selalu.id – Ribuan pekerja PT Pabrik Kertas Indonesia (Pakerin) di Mojokerto menghadapi ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Situasi ini memicu keresahan setelah gaji bulan Mei 2025 belum dibayarkan, operasional perusahaan terhenti, dan konflik internal manajemen kian memanas.
Baca Juga: Tuntut Pembayaran Upah dan THR, Karyawan PT Pakerin Luruk Tunjungan Plaza Surabaya
Kondisi diperburuk oleh pengajuan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh perusahaan, yang berpotensi mengakibatkan PHK terhadap sekitar 2.500 pekerja. Situasi ini memicu aksi unjuk rasa dari para pekerja yang tergabung dalam Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan (SP KEP) SPSI PT Pakerin, dengan mendatangi kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan kantor pusat PT Pakerin di Surabaya.
Ketua Bidang Hukum SP KEP SPSI Jawa Timur, Andika Hendrawanto, S.H., M.H., CRA., CLI., CLA., menjelaskan bahwa akar persoalan muncul sejak wafatnya pemilik PT Pakerin, Soegiharto. Sengketa warisan antar ahli waris menghambat pencairan dana perusahaan senilai kurang lebih Rp 1 triliun yang tersimpan di Bank Prima—dana yang sangat dibutuhkan untuk kelangsungan operasional pabrik.
"PT Pakerin berhenti beroperasi bukan karena bangkrut, tetapi karena sengketa warisan yang menghambat jalannya operasional," ujar Andika saat ditemui di kantor PT Pakerin Surabaya, Senin (2/6/2025).
Andika menambahkan bahwa penghentian operasi berdampak besar bagi ribuan pekerja dan masyarakat sekitar, khususnya di perbatasan Sidoarjo dan Kabupaten Mojokerto. Ia mendesak pemerintah daerah, mulai dari Bupati hingga Gubernur Jawa Timur, untuk segera turun tangan.
SP KEP SPSI sebelumnya telah mengupayakan perjanjian bersama (PB) melalui fasilitasi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker RI). Namun, PB yang dicapai dinilai belum optimal dalam melindungi hak-hak pekerja, sehingga SP KEP SPSI meminta revisi kepada Kemenaker.
Baca Juga: THR 2024 Tidak Cair, Buruh PT Pakerin Demo Lagi di Surabaya
Meski telah dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Kabupaten Mojokerto dan adanya tawaran ruang bipartit dari perusahaan, SP KEP SPSI menilai belum ada komunikasi langsung dari manajemen. Hal ini dianggap sebagai kurangnya itikad baik untuk menyelesaikan konflik.
"Perusahaan tidak menunjukkan itikad baik. Informasi soal proses pengadilan pun kami peroleh bukan dari pihak manajemen secara langsung," tegas Andika.
Baca Juga: THR 2024 Tidak Cair, Buruh PT Pakerin Demo Lagi di Surabaya
Produksi PT Pakerin telah terhenti sejak pertengahan Desember 2024 akibat kendala pasokan batu bara. Dari total 1.840 pekerja, hanya 370 orang yang direncanakan tetap bekerja. Selain sengketa warisan, PT Pakerin juga memiliki utang sebesar Rp 3,8 miliar kepada Sentra Asia dan Rp 13,8 miliar kepada PT Sinar Batu Rasa Prima.
Pengajuan PKPU ini mengancam sekitar 2.000 buruh kehilangan pekerjaan dan pesangon sesuai masa kerja, karena Undang-Undang Cipta Kerja memperbolehkan PHK dalam kondisi PKPU.
"Kami berharap pemerintah hadir untuk menyelamatkan perusahaan dan melindungi hak-hak pekerja," pungkas Andika.
Editor : Ading