selalu.id – Tokoh penggerak kebudayaan, AH Thony, mendorong agar aksara lokal, khususnya aksara Jawa, dimasukkan secara tegas dalam Raperda Pemajuan Kebudayaan yang saat ini tengah dibahas Pemkot Surabaya.
Menurutnya, pelestarian aksara merupakan kunci untuk memajukan naskah-naskah kuno yang menjadi bagian penting dari warisan budaya Surabaya.
Baca Juga: DPRD Jatim Bahas Perubahan Status Dua BUMD Menjadi Perseroda
"Kalau kita mau memajukan manuskrip, kita harus paham dulu bagaimana cara membacanya. Banyak naskah kuno tentang Surabaya ditulis dalam aksara Jawa, bahkan ada juga yang dalam aksara Cina. Kalau aksaranya saja tidak dikenali, bagaimana kita bisa menerjemahkan isinya?" ujar Thony, Rabu (28/5/2025).
Ia menekankan, aksara bukan sekadar sistem tulisan, tetapi juga ekspresi budaya dan jejak peradaban. Karena itu, keberadaan aksara lokal perlu mendapat ruang dalam kebijakan daerah.
"Ini bukan sekadar huruf. Aksara adalah ekspresi budaya. Jika aksaranya punah, maka jejak pikir dan peradaban kita ikut hilang," tegas mantan Wakil Ketua DPRD Surabaya periode 2019–2024 itu.
Baca Juga: Tanggapi Dukungan Maju Pilwali Surabaya Gandeng Bayu Airlangga, AH Thony: Saya Siap
Thony mencontohkan Kongres Aksara Jawa pertama yang digelar pada 1922, jauh sebelum Sumpah Pemuda, sebagai bukti kuat bahwa pemajuan aksara lokal memiliki dasar historis dan semestinya dihidupkan kembali.
Menanggapi kemungkinan resistensi terhadap aksara lokal, Thony menegaskan bahwa pelestarian aksara tidak bertentangan dengan keterbukaan terhadap budaya asing.
"Banyak manuskrip tentang Surabaya ditulis oleh orang Cina, bahkan ditulis di luar negeri. Maka wajar jika kita membuka ruang untuk belajar aksara asing sebagai bagian dari studi budaya. Ini justru memperkuat semangat Pasal 32 UUD 1945 yang menjamin pengembangan kebudayaan lokal dan global," ujarnya.
Baca Juga: Reperda Pemakaman Diharapkan Jadi Solusi Holistik Pemakaman di Surabaya
Usulan memasukkan aksara ke dalam Raperda disebut Thony sebagai arah baru yang belum banyak dibahas, namun krusial dalam membangun karakter masyarakat.
"Karakter itu dibentuk dari pengetahuan. Kalau kita tahu sejarah dan bisa membaca jejaknya, maka kita akan lebih menghargainya. Dari situ tumbuh keberanian dan semangat membangun kota ini," pungkas politisi Gerindra itu.
Editor : Ading