Jumat, 25 Apr 2025 02:33 WIB

50 Orang Mundur di Lelang Jabatan, DPRD Surabaya Soroti Kepercayaan Diri ASN

  • Reporter : Ade Resty
  • | Kamis, 20 Mar 2025 16:55 WIB
Anggota Komisi A DPRD Surabaya, Azhar Kahfi

Anggota Komisi A DPRD Surabaya, Azhar Kahfi

selalu.id – Sebanyak 50 Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memilih mengundurkan diri dari proses seleksi terbuka Lelang Jabatan untuk posisi kepala dinas. 

 

Baca Juga: Usai Lelang Jabatan, Wali Kota Eri Rotasi Pejabat Setelah Lebaran

Menanggapi itu, Komisi A DPRD Surabaya yang menilai bahwa ada dua faktor utama yang melatarbelakangi mundurnya para peserta yakni standar seleksi yang ketat dan kurangnya kepercayaan diri di kalangan ASN.

 

Anggota Komisi A DPRD Surabaya, Azhar Kahfi, menilai bahwa ajang seleksi ini pada dasarnya merupakan ruang bagi para pejabat untuk memaparkan inovasi dan gagasan demi kemajuan organisasi perangkat daerah (OPD). 

 

Namun, menurutnya, banyak peserta yang ragu melanjutkan proses seleksi karena berbagai alasan, termasuk adanya standar pengalaman yang tinggi.

 

“Menurut saya, mereka yang sudah memberikan inovasinya patut diapresiasi. Namun, ada persoalan di sini, yaitu banyak ASN yang merasa kurang percaya diri untuk bersaing atau merasa terbebani dengan standar pengalaman yang ditetapkan,” ujar Azhar, saat ditemui selalu.id, Kamis (20/3/2025).

 

Lebih lanjut, ia menyoroti bagaimana ASN yang telah berkontribusi dalam seleksi ini seharusnya tetap bisa terlibat dalam proses pembangunan, meskipun mereka tidak lolos sebagai kepala dinas.

 

“Para peserta yang mundur itu telah menyumbangkan gagasan dan inovasi. Kepala dinas yang terpilih nantinya harus tetap merangkul mereka dalam timnya agar ide-ide yang telah disampaikan bisa tetap bermanfaat untuk Surabaya,” tambahnya.

 

Selain itu, Azhar juga mengkritisi pernyataan Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, yang menegaskan bahwa seorang kepala dinas harus memiliki pengalaman di bidang yang sama. 

 

Menurutnya, pengalaman memang penting, tetapi harus diimbangi dengan ukuran keberhasilan yang jelas.

 

“Kalau memang pengalaman menjadi syarat utama, maka harus ada indikator keberhasilan yang jelas. Misalnya, dalam 100 hari kerja, apa target yang harus dicapai? Jika tidak mampu, apa konsekuensinya? Jangan sampai standar pengalaman ini justru menghambat munculnya pemimpin-pemimpin baru yang inovatif,” tegasnya.

Baca Juga: Keponakan Mantan Wali Kota Surabaya Sunarto Bersaing Posisi Sekda, Pengamat: Modal Sosial Kuat

 

Di sisi lain, mundurnya para peserta juga dikaitkan dengan budaya birokrasi di lingkungan ASN, di mana senioritas dan etika kerja masih menjadi pertimbangan besar.

 

“Mungkin ada yang mundur karena menghormati seniornya atau tidak ingin mengganggu ekosistem kerja yang sudah ada. Ini realitas di dunia PNS kita hari ini. Namun, ke depan, kompetisi seperti ini harus lebih sehat, di mana junior yang punya inovasi tetap diberi ruang dan tidak dianggap sebagai ancaman bagi seniornya,” jelas Azhar.

 

Sebelumnya, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyebut seleksi kepala dinas dilakukan dengan standar tinggi untuk memastikan bahwa pejabat yang terpilih benar-benar memahami dan mampu mengelola seluruh aspek organisasi perangkat daerah (OPD). 

 

Namun, setelah menjalani tahapan seleksi awal, banyak peserta yang merasa belum siap dan memilih mundur.

 

Baca Juga: Rekrutmen Dirut KBS Dinilai Abaikan Konservasi, Begini Sikap Pemerhati Satwa

“Banyak yang tidak maju lagi setelah saya tes. Saya sampaikan, kalau ingin menjadi kepala dinas, mereka harus memahami seluruh bidang di OPD tersebut, bukan hanya satu bidang saja,” ujarnya 

 

Menurut Eri, beberapa peserta seleksi merasa terkejut dengan tingkat kesulitan yang dihadapi. Mereka menyadari bahwa menjadi kepala dinas tidak sekadar memiliki satu inovasi, tetapi harus mampu memahami dan memimpin seluruh bidang di dinas tersebut.

 

“Misalnya di Satpol PP, ada empat bidang. Seorang kepala dinas harus tahu jumlah pedagang kaki lima (PKL), bagaimana pendekatan humanis dilakukan, serta kebijakan apa yang harus diterapkan. Rata-rata proposal yang masuk hanya membahas satu bidang saja, bukan secara keseluruhan,” jelasnya.

 

Setelah menjalani tes langsung dengan Eri Cahyadi dan melihat hasil wawancara mereka dipublikasikan di YouTube, banyak peserta yang merasa belum siap dan memilih mundur.

 

“Ketika saya tanyakan berbagai hal teknis, banyak yang tidak bisa menjawab. Setelah mereka lihat tayangan di YouTube dan menyadari standar yang saya tetapkan, akhirnya mereka mundur dan meminta kesempatan di seleksi berikutnya,” tambahnya.

Editor : Ading