selalu.id – Rencana pemerintah membuka lahan hutan seluas 12 hingga 20 juta hektare untuk mendukung ketahanan pangan dan energi nasional telah memicu perdebatan sengit. Anggota Komisi IV DPR RI, Slamet, dari Fraksi PKS, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap rencana ambisius Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tersebut.
Ia mendesak agar pemerintah merancang program ini dengan perencanaan matang dan kajian komprehensif yang menyeluruh. KLHK memperkirakan potensi lahan seluas 1,1 juta hektare dari total lahan yang akan dibuka dapat menghasilkan hingga 3,5 juta ton beras per tahun. Program ini diklaim sejalan dengan upaya pemerintah memperluas program food estate hingga ke tingkat desa.
Baca Juga: Bentrok Demonstran-Polisi, Water Cannon Dikerahkan di Depan Gedung DPRD Jatim
KLHK berargumen bahwa pemanfaatan kawasan hutan yang kurang produktif dapat menjadi solusi untuk mendukung ketahanan pangan, meskipun tugas utama pengelolaan lahan pertanian berada di bawah Kementerian Pertanian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Namun, Slamet menyatakan keprihatinannya terhadap potensi dampak negatif dari rencana ini. "Saya mendukung visi pemerintah untuk mencapai kedaulatan pangan, tetapi pelaksanaan program ini harus terukur agar tidak menimbulkan masalah baru, seperti konflik lahan dan kerusakan lingkungan," terangnya.
Baca Juga: Diwarnai Kericuhan, Ketua DPRD Jatim Tandatangani Tuntutan Demonstran
Politisi PKS ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan ekologi. Ia mengingatkan agar KLHK tidak bertindak gegabah dan salah kaprah dalam menjalankan program ini. "Kontribusi KLHK harus memastikan kelestarian hutan. Kerusakan hutan akan mengganggu ketersediaan air untuk pertanian, yang justru kontraproduktif dengan tujuan program ini," tegasnya.
Slamet juga menyoroti pentingnya peran hutan sebagai aset vital bagi keberlanjutan sumber daya alam Indonesia. Ia menyarankan pemerintah untuk memprioritaskan optimalisasi lahan-lahan di luar kawasan hutan yang tidak produktif dan terbengkalai sebelum membuka lahan hutan. "Masih banyak lahan di luar kawasan hutan yang bisa dioptimalkan untuk mendukung produksi pangan," tambahnya.
Baca Juga: Terima 10 Tuntutan Demonstran, DPRD Jatim Dorong Dialog dengan Pemerintah Pusat
Pernyataan Slamet ini mencerminkan kekhawatiran yang meluas di kalangan masyarakat dan para ahli lingkungan. Pembukaan lahan hutan dalam skala besar berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang signifikan, termasuk hilangnya keanekaragaman hayati, peningkatan emisi karbon, dan gangguan terhadap siklus hidrologi.
Pertanyaan besar yang muncul adalah apakah manfaat peningkatan produksi pangan dan energi dari program ini mampu mengimbangi kerugian lingkungan jangka panjang yang mungkin terjadi. Debat ini kemungkinan akan terus berlanjut, dengan tuntutan agar pemerintah melakukan studi dampak lingkungan (AMDAL) yang komprehensif dan transparan sebelum mengambil langkah lebih lanjut. Kejelasan mekanisme pengelolaan lahan dan jaminan perlindungan bagi masyarakat sekitar kawasan hutan juga menjadi hal krusial yang perlu diperhatikan.
Editor : Ading