Rabu, 18 Jun 2025 08:51 WIB

Anggaran Pendidikan 20 Persen Hanya Klaim? Pengamat Tagih Bukti dari Pemkot Surabaya

  • Reporter : Ade Resty
  • | Kamis, 22 Mei 2025 17:15 WIB
Pengamat hukum tata negara sekaligus dosen Hukum Administrasi Negara di Universitas Bhayangkara Surabaya, Jamil

Pengamat hukum tata negara sekaligus dosen Hukum Administrasi Negara di Universitas Bhayangkara Surabaya, Jamil

selalu.id – Pengamat hukum tata negara sekaligus dosen Hukum Administrasi Negara di Universitas Bhayangkara Surabaya, Jamil, menanggapi dugaan alokasi anggaran pendidikan Pemkot Surabaya yang tidak memenuhi batas minimal 20 persen.

Menurut Jamil, bila benar alokasi anggaran pendidikan dalam APBD Surabaya 2025 hanya 19,37 persen seperti yang disampaikan praktisi anggaran Mauli Fikr, maka Pemkot telah melanggar amanat konstitusi.

Baca Juga: Empat Kali Mangkir, Komisi B DPRD Surabaya Tegur Pengelola 88 Avenue

“Kalau benar di bawah 20 persen, ya inkonstitusional. Undang-undang sudah jelas memerintahkan alokasi minimal 20 persen dari APBD maupun APBN untuk pendidikan,” ujarnya saat dihubungi Selalu.id, Kamis (22/5/2025).

Jamil mengatakan dirinya percaya pada hitungan Mauli yang menggunakan lampiran resmi Perda, bukan sekadar asumsi. “Saya percaya Mauli itu nggak ngawur ngitungnya. Dia pakai lampiran Perda, bukan cuma omongan,” tambahnya.

Ia menegaskan, tanggung jawab anggaran pendidikan berada pada Wali Kota dan DPRD, mengingat APBD adalah produk bersama. “Kalau sampai melanggar konstitusi, yang bertanggung jawab ya wali kota dan DPRD,” tegasnya.

Lebih lanjut, ia menyebut DPR RI memiliki fungsi pengawasan atas pelaksanaan undang-undang, tetapi dalam konteks daerah, peringatan sebaiknya disampaikan lewat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). “DPR RI bisa mendorong Kemendagri untuk menegur pemerintah daerah. Kalau langsung ke Surabaya, secara etika mungkin kurang pas karena sudah ada DPRD-nya,” katanya.

Menanggapi bantahan Pemkot yang mengklaim belanja pendidikan mencapai lebih dari 20 persen jika digabung dengan anggaran di berbagai OPD, Jamil menilai klaim itu tidak transparan dan tidak berbasis dokumen resmi.

Baca Juga: Ini Respon Ketua DPRD Surabaya Soal Polemik Parkir Wali Kota Eri

“Kalau berdasarkan Lampiran Perda tidak sampai 20 persen, ya tetap di bawah 20 persen. Mengaku nyebar ke dinas lain tapi tak jelas ke mana saja, itu tak bisa jadi dasar,” ujarnya.

Ia mendesak Pemkot menyampaikan penjelasan rinci kepada publik. “Harus dijelaskan OPD mana saja, programnya apa, dan berapa anggarannya. Jangan cuma bilang nyebar ke berbagai dinas tanpa data,” imbuhnya.

Jamil juga menyoroti sikap DPRD Surabaya yang dinilai pasif. Padahal, menurutnya, DPRD punya kewenangan mendorong evaluasi atau revisi APBD jika ada pelanggaran prinsip mandatory spending. “Jangan sampai ini terulang di APBD berikutnya. DPRD sekarang punya tanggung jawab untuk menegur atau mengusulkan revisi,” tandasnya.

Baca Juga: Usai Minimarket, Wali Kota Eri Bakal Bidik Aturan Parkir di Rumah Makan

Terkait keinginan Mauli Fikr untuk adu data, Jamil mengapresiasi sikap tersebut. “Mauli itu jantan kalau mau adu data. Tapi Pemkot juga harus terbuka. Jangan asal klaim 20 persen tapi datanya nggak jelas,” ucapnya.

Di akhir, Jamil menyoroti kondisi nasional yang dinilainya turut menyumbang kekacauan alokasi anggaran pendidikan. “Sekarang hampir semua kementerian punya program pendidikan, padahal seharusnya cukup Kemendikbud dan Kemenag. Akhirnya, 20 persen itu jadi rebutan,” ujarnya. Ia menyebut kondisi ini sebagai “keruwetan” yang perlu dibenahi agar alokasi pendidikan tidak disalahgunakan oleh lembaga yang tidak fokus pada sektor tersebut.

 

Editor : Ading