Rabu, 18 Jun 2025 10:25 WIB

Marak KTP Pakai Alamat Rumah Ibadah, Ketua Komisi A DPRD: Ini Celah Manipulasi Data

  • Reporter : Ade Resty
  • | Kamis, 15 Mei 2025 15:38 WIB
Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko

Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko

selalu.id - Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Yona Bagus Widyatmoko, angkat suara terkait maraknya pengajuan KTP dengan alamat rumah ibadah sebagai domisili.

 

Baca Juga: Empat Kali Mangkir, Komisi B DPRD Surabaya Tegur Pengelola 88 Avenue

Menurutnya, praktik tersebut tidak hanya menyalahi aturan administrasi kependudukan, tetapi juga berpotensi disalahgunakan untuk kepentingan tertentu.

 

“Ada intervensi dari pihak eksternal yang meminta bantuan pengurusan KTP dengan alamat di rumah ibadah. Ini tidak bisa diizinkan, kecuali bagi mereka yang memang tinggal dan bertugas di sana, seperti pendeta atau marbot,” ujar Yona, Kamis (15/5/2025).

 

Politikus Gerindra ini menyebut banyak pengajuan berasal dari warga pendatang yang tidak memiliki alamat tetap di Surabaya. Mereka, lanjut Yona, menyiasatinya dengan mencantumkan alamat gereja atau masjid demi mengakses layanan publik, pendidikan, bahkan pekerjaan.

 

“Kalau jumlahnya kecil dan ada fungsinya, mungkin masih bisa dimaklumi. Tapi kalau sampai puluhan orang menggunakan alamat rumah ibadah, itu jelas tidak masuk akal,” tegasnya.

 

Yona menyoroti bahwa praktik ini tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku. Ia menegaskan bahwa Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 yang kerap dijadikan rujukan, sebenarnya tidak mengatur soal domisili KTP.

 

“PBM itu hanya mengatur pendirian rumah ibadah dan FKUB. Tidak ada satu pun pasal yang memperbolehkan rumah ibadah menjadi alamat domisili resmi,” jelasnya.

Baca Juga: Isu Eri Irawan Calon Ketua DPRD Surabaya, Pengamat: Cermin Arah Politik PDIP

 

Ia juga mencurigai praktik ini dapat menjadi celah manipulasi data kependudukan, terutama bila dilakukan secara masif dan sistematis.

 

“Ini bukan soal agama, tapi soal validitas data kependudukan. Jangan sampai rumah ibadah dijadikan alat manipulasi untuk kepentingan sesaat,” tandasnya.

 

Yona mendesak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya agar lebih tegas dalam menyikapi permohonan semacam ini. Ia menekankan pentingnya keberanian petugas menolak pengajuan yang tidak sesuai prosedur, meski mendapat tekanan.

 

Baca Juga: Eri Irawan Soroti Pelanggaran Izin Parkir Ratusan Minimarket di Surabaya  

“Kita harus cegah budaya ewoh-pekewuh dalam pelayanan publik. Ketegasan penting agar administrasi tetap tertib dan akurat,” ujarnya.

 

Namun, ia mengakui bahwa tidak semua kasus bisa digeneralisasi. Jika seseorang benar-benar tinggal dan mengabdi di rumah ibadah, seperti takmir atau pendeta, maka penggunaan alamat tersebut masih dapat diterima.

 

Sebagai penutup, Yona mendorong adanya regulasi lebih spesifik agar ke depan tidak terjadi penyalahgunaan data domisili. “Ini pelajaran penting agar kita menjaga akurasi data dan wibawa administrasi kependudukan kita,” pungkasnya.

 

Editor : Ading