selalu.id - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya akhirnya angkat bicara terkait dugaan korupsi pembangunan gedung baru Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya yang menghabiskan anggaran Rp54 miliar.
Kepala Bidang Bangunan dan Gedung Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Cipta Karya, dan Tata Ruang (DPRKP CKTR) Surabaya, Iman Krestian, menjelaskan kronologi dan sejumlah persoalan teknis proyek tersebut.
Baca Juga: Komisi B DPRD Surabaya: Dirut Baru KBS Harus Punya Visi Besar
Iman yang juga sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengerjaan ini menjelaskan, proyek ini dilaksanakan dalam dua tahap. Pada tahun 2017–2018, dilakukan pembangunan gedung secara fisik oleh kontraktor PT Tiara Multi Teknik dengan nilai kontrak sekitar Rp54 miliar.
Gedung tujuh lantai tersebut selesai sesuai kontrak multiyears dan telah diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pada tahap ini, gedung dibangun tanpa interior.
Selanjutnya, pada tahun 2019, Pemkot melelang kembali proyek untuk melengkapi interior gedung. Lelang ini dimenangkan oleh PT Telaga Pasir Kuta dengan nilai kontrak sekitar Rp8,2 miliar.
“Ini adalah dua proyek yang berbeda dengan kontrak terpisah, bukan lanjutan multiyears,” kata Iman, kepada selalu.id, Minggu (15/12/2024).
Iman juga menjelaskan adanya penyesuaian kebutuhan ruang fraksi DPRD yang sempat menjadi kendala. Hal ini terjadi setelah pemilu legislatif 2019, ketika jumlah dan komposisi fraksi DPRD berubah. Penyesuaian tersebut memerlukan adendum pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan ruang setiap fraksi.
“Awalnya ruang dirancang tanpa mempertimbangkan fraksi. Setelah pemilu, jumlah anggota dari beberapa fraksi seperti PDIP dan Golkar bertambah, sehingga perlu perubahan layout ruangan,” ujarnya.
Terkait temuan BPK atas kelebihan pembayaran sebesar Rp50 juta pada pembangunan fisik tahap pertama, Iman memastikan bahwa dana tersebut sudah dikembalikan ke kas daerah. “BPK sudah memeriksa seluruh proses, dan pengembalian kelebihan pembayaran telah diselesaikan pada April 2019,” tegasnya.
Iman juga membantah anggapan bahwa ada tumpang tindih anggaran antara pembangunan gedung DPRD, masjid, dan basement di sekitar Balai Pemuda. Ia menegaskan bahwa masing-masing proyek memiliki anggaran dan kontrak yang terpisah.
“Pembangunan basement dan masjid bukan bagian dari proyek gedung DPRD. Tidak ada penambahan anggaran dari kontrak awal untuk gedung DPRD,” jelasnya.
Menanggapi isu pelanggaran aturan terkait pelaksanaan kontrak multiyears, Iman menjelaskan bahwa semua tahapan sudah sesuai aturan. Kontrak multiyears berlaku untuk pembangunan fisik 2017–2018, sementara pekerjaan lanjutan untuk interior dilaksanakan melalui lelang baru pada 2019.
“Multiyearsnya ada satu, yang tahun 2017-2018 itu hanya bangun gedungnya saja. Itu selesai dulu diperiksa BPK. Baru kita pararel untuk pengerjaan interior dan conenecting interiornya (gedung baru ke gedung lama). Jadi kontrak terpisah bukan multiyears lanjutan,” tegasnya.
Baca Juga: DPRD Surabaya Minta Pemkot Maksimalkan Wisata Jelang Lebaran
“Aturannya jelas, single year atau multiyears bergantung pada kebutuhan proyek. Semua pekerjaan yang melewati tahun anggaran dikenai denda sesuai ketentuan,” ujarnya.

Sebelumnya, kasus dugaan korupsi pembangunan gedung baru DPRD Surabaya ini mencuat kembali usai Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Peduli Rakyat (Gempar) Jawa Timur melakukan aksi dan
mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas gedung tersebut yang menelan anggaran hingga Rp 54 miliar.
Padahal sebelumnya, kasus dugaan korupsi ini sudah pernah dilaporkan pada 2020 ke Kejari Surabaya. Iman mengakui, dirinya sudah memberikan penjelasan terkait proses kronologis pembangunan gedung baru DPRD kepada Kejari dan Kejati.
“Udah pernah diperiksa ama kejari dan kejati juga sama polrestabes. Udah saya berikan data. Terkait proses dan kronologis pelaksanaan pekerjaan,” jelasnya.
Ketua Umum Gempar Jatim, Zahdi, mengungkapkan sejumlah kejanggalan dalam proyek tersebut. Salah satunya adalah proses pemenangan tender salah satu PT atau pihak ketiga.
Zahdi menjelaskan bahwa proyek pembangunan gedung DPRD Kota Surabaya seharusnya selesai pada 2018 dengan kontrak awal senilai sekira Rp 55 miliar.
Baca Juga: Material Pemkot Hambat Pembangunan SMP di Tambak Wedi, Begini Respon DPRD
Namun, setelah melalui beberapa kali adendum, anggaran proyek turun menjadi sekita Rp 54miliar. Meski demikian, pengerjaan tidak selesai 100 persen dan akhirnya membutuhkan tambahan anggaran sebesar Rp 18 miliar untuk renovasi pada 2019 dan 2020.
Anehnya, gedung baru tersebut baru dapat digunakan pada Februari 2021. Zahdi menilai, molornya pengerjaan proyek ini mencurigakan, terutama karena dinas terkait memilih untuk merenovasi sendiri tanpa mempermasalahkan keterlambatan pihak kontraktor.
“Gedung baru ini harusnya terkena denda atas keterlambatan penyelesaian. Tapi di lapangan, justru tidak ada sanksi. Ketika kontraktor ditanya alasan keterlambatan, jawabannya hanya ‘uangnya habis.’ Ini sangat tidak masuk akal,” ujar Zahdi, kepada selalu.id, Senin (9/12/2024) lalu.
Selain itu, Zahdi mempertanyakan mengapa proyek ini tidak dilaporkan secara transparan. Menurutnya, pihak Pemerintah Kota Surabaya tidak menyampaikan secara jelas siapa yang bertanggung jawab atas tambahan anggaran Rp 10 miliar pada 2019 dan Rp 8 miliar pada 2020.
“Ternyata pembangunan ini setelah menelan dana Rp 54 miliar ini belum selesai 100 persen. Akhirnya menganggarkan kembali Rp 10 miliar ditambah lagi Rp 8 miliar,” ungkapnya.
“Namanya gedung, jika dibiarkan kosong tanpa digunakan, pasti cepat rusak. Pemkot Surabaya harus menjelaskan mengapa proyek ini molor dan siapa pihak yang bertanggung jawab,” tambahnya.
Editor : Arif Ardianto