selalu.id – Peninjauan setempat (PS) atas gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) nomor 678 oleh warga Pulosari terhadap PT Patra Jasa di Jalan Gunungsari, Surabaya, Senin (19/5), diwarnai ketegangan. Sekitar 40 warga, sebagian besar mengenakan pita merah putih, dilarang memasuki area proyek sejak pukul 08.00 WIB. Hanya tiga warga yang diizinkan mendampingi majelis hakim yang tiba pukul 09.00 WIB.
Baca Juga: Warga Pulosari Gugat PT Patra Jasa Rp 10 Miliar atas Dugaan Perusakan Rumah
Petugas keamanan dan perwakilan PT Patra Jasa juga mencegah wartawan masuk dengan alasan menunggu izin dari pimpinan proyek. Namun, penjelasan tertulis maupun lisan tak kunjung diberikan hingga lebih dari 40 menit berlalu.
Peninjauan dipimpin oleh Hakim I Ketut Kimiarsa, SH., MH., untuk memastikan keberadaan obyek sengketa dan mengamati kondisi lahan pasca-eksekusi tahun 2018. Ia meninjau reruntuhan bangunan rumah warga, fasilitas umum seperti jalan, tiang listrik, dan mushala yang masih tersisa.
“Kami datang ke lokasi untuk memastikan bahwa obyek sengketa benar-benar ada, serta melihat kondisinya setelah eksekusi pada 2018 lalu,” ujar Hakim I Ketut Kimiarsa.
Kuasa hukum warga, Luvino Siji Samura, menyebut adanya ketidaksesuaian antara kesaksian pihak PT Patra Jasa di persidangan dengan kondisi di lapangan. Salah satunya terkait tembok beton yang diklaim mengelilingi obyek sengketa, namun nyatanya tidak dibangun secara menyeluruh.
“Kesaksian yang menyebutkan adanya tembok beton mengelilingi lokasi sengketa itu tidak benar. Faktanya, tembok itu tidak dibangun penuh,” kata Luvino.
Selain itu, akses menuju lokasi yang seharusnya melalui RT.02/RW.04 justru dialihkan melalui area proyek pembangunan Hotel Patra Surabaya oleh PT Nindya Karya, sehingga menyulitkan majelis hakim melakukan pemeriksaan secara menyeluruh.
Ananta Rangkugo, perwakilan warga lainnya, menambahkan bahwa PS juga mengungkap keberadaan akses jalan paving dan Mushala An Nur. Ia mempertanyakan dasar eksekusi oleh PT Patra Jasa berdasarkan putusan nomor 333, yang hanya menyebutkan 41 tergugat, sementara di lapangan lebih dari 400 rumah telah dirobohkan.
"Ketidaksesuaian antara jumlah tergugat dalam putusan dan jumlah rumah yang dihancurkan menjadi poin penting yang kami soroti," ujarnya.
Editor : Ading