Rabu, 26 Mar 2025 15:54 WIB

Kasus Pencabulan Panti Asuhan, DPRD Surabaya: Pengawasan Pemkot Lemah

  • Reporter : Ade Resty
  • | Kamis, 06 Feb 2025 17:49 WIB
Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Imam Syafi’i

Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Imam Syafi’i

selalu.id – Kasus pencabulan yang terjadi di sebuah panti asuhan ilegal di Barata Jaya yang dilakukan oleh pemilik NK (61) terhadap anak asuhnya itu memicu keprihatinan dari DPRD Surabaya.

Anggota Komisi D DPRD Surabaya, Imam Syafi’i, menegaskan bahwa kejadian ini seharusnya tidak boleh terulang, terutama karena Surabaya menyandang status sebagai Kota Layak Anak.

“Kasus ini sangat memprihatinkan. Kami di Komisi D langsung memanggil dinas-dinas terkait untuk mengevaluasi sistem pengawasan terhadap panti-panti yang ada di Surabaya,” ujar Imam, usai hearing terkait Kasus Pelecehan di Panti Asuhan itu, Kamis (6/2/2025)

Ia menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah kota terhadap rumah-rumah penampungan anak, baik yang berizin maupun tidak. Imam menilai ada celah besar yang memungkinkan kasus ini luput dari perhatian aparat.

“Yang melapor pertama adalah istri pelaku. Kalau tidak ada laporan dari istri yang mengetahui penyimpangan ini, kasusnya mungkin tidak akan terungkap. Ini menunjukkan lemahnya deteksi dini di tingkat masyarakat dan aparat setempat,” tambahnya.

Menurut Politisi NasDem itu, alasan bahwa warga sulit masuk ke panti tersebut tidak masuk akal. Ia menegaskan bahwa berbagai regulasi, termasuk Undang-Undang Administrasi Kependudukan dan Peraturan Wali Kota (Perwali), justru memungkinkan akses bagi instansi terkait untuk melakukan pengawasan.

“Satpol PP sebagai penegak perda harusnya bisa masuk, termasuk ke apartemen. Selama ini, razia yustisi hanya fokus di terminal dan stasiun untuk mendata pendatang. Tapi bagaimana dengan mereka yang tinggal di perkampungan tanpa terdeteksi? Seharusnya, pengawasan lebih ketat,” ujarnya.

Lebih lanjut, Imam juga mengkritik lemahnya koordinasi antarinstansi terkait dalam memastikan keamanan dan kesejahteraan anak-anak di panti asuhan.

“Di rumah itu ada belasan orang dalam satu Kartu Keluarga (KK). Ini aneh. Mereka bisa masuk KK karena ada putusan pengadilan, tapi bagaimana mungkin hal seperti ini tidak terdeteksi? Seharusnya, ada sistem yang memastikan bahwa rumah-rumah penampungan anak, terutama yang ilegal, diawasi dengan ketat,” tegasnya.

Ia juga menilai Pemerintah Kota Surabaya yang baru-baru ini menaikkan insentif untuk kader Surabaya Hebat. Menurut Imam, seharusnya para kader ini memiliki peran lebih aktif dalam mendeteksi masalah-masalah sosial di tingkat kampung.

“Kasus narkoba besar kita kecolongan, pelaku teroris kita kecolongan, sekarang pelecehan seksual juga. Berarti ada yang tidak beres dalam sistem deteksi dini kita,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti kendala yang dialami Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) saat melakukan operasi yustisi di apartemen-apartemen. Imam menilai pemerintah tidak boleh ragu untuk memastikan siapa saja yang tinggal di Surabaya, termasuk di hunian-hunian tertutup.

Sebagai langkah pencegahan, ia mengusulkan agar pemerintah kota memasang hotline di sekitar panti-panti asuhan dan asrama, baik yang legal maupun ilegal.

“Harus ada hotline eksklusif di tempat-tempat seperti itu. Sehingga, jika ada masalah, penghuni bisa langsung melapor tanpa takut,” pungkasnya.

Diketahui Kasus ini  sudah ditangani oleh Polda Jawa Timur. NK dijerat dengan pasal berlapis terkait Perlindungan Anak dan Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara.

Baca Juga: Klinik Hukum Unair Desak Dinsos, Rombak Sistem Perlindungan Anak Surabaya

Editor : Ading