Kamis, 27 Mar 2025 11:10 WIB

9 Ribu Warga Surabaya Derita TBC, Wali Kota Eri Upayakan Program R1N1

  • Reporter : Ade Resty
  • | Selasa, 21 Jan 2025 11:00 WIB
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi

Advertise - IDUL FITRI 1446H ARIF FATHONI

selalu.id – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus mengupayakan pengendalian penyakit Tuberkulosis (TBC) yang masih menjadi tantangan serius di Kota Pahlawan.

Berdasarkan data hingga 2024, terdapat sekitar 9 ribu warga Surabaya yang terdiagnosis TBC, dari total 11 ribu kasus yang juga mencakup pasien rujukan dari luar kota.

Untuk mendukung target eliminasi TBC pada 2030, Pemkot Surabaya menggelar penyuluhan dan edukasi melalui program komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) yang dikemas dalam acara Orkestra Cinta Merdeka TBC, Senin (20/1/2025), di Graha Sawunggaling.

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menegaskan komitmen kota untuk memberantas TBC dengan berbagai pendekatan inovatif, termasuk layanan kesehatan berbasis komunitas melalui program RW 1 Nakes 1 (R1N1).

“Kami punya tekad untuk mengeliminasi TBC. Penyakit ini sulit terdeteksi karena penderita cenderung malu dan tidak melapor, sehingga risiko penularan kepada keluarga atau tetangga tinggi. Dengan R1N1, kami bisa memantau warga secara langsung di tingkat RW,” ujar Eri.

Selain itu, Eri juga menyoroti pentingnya menghilangkan stigma terhadap penderita TBC. Ia menekankan bahwa TBC dapat disembuhkan jika pasien rutin mengonsumsi obat selama enam bulan dan menggunakan masker untuk mencegah penularan.

“Stigma adalah musuh kita. Orang yang sakit tidak boleh dijauhi, justru perlu dirangkul dan didukung,” jelasnya.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Nanik Sukristina, menjelaskan bahwa TBC tidak hanya berdampak pada kesehatan, tetapi juga aspek sosial dan ekonomi.

Oleh karena itu, kolaborasi lintas sektor melalui pendekatan hexa helix menjadi kunci dalam pengendalian penyakit ini.

“Kami terus memperkuat sinergi dengan pemerintah, swasta, komunitas, media, hukum, dan regulasi. Skrining rutin di Surabaya dilakukan untuk mendeteksi kasus sedini mungkin, sehingga pasien bisa segera mendapat pengobatan,” ungkap Nanik.

Hingga saat ini, sekitar 90 persen dari total kasus TBC di Surabaya sedang menjalani pengobatan.

Namun, Nanik mengingatkan bahwa pengobatan TBC memerlukan konsistensi. Jika pasien berhenti mengonsumsi obat, risiko resisten obat meningkat, dan proses penyembuhan menjadi lebih lama.

Baca Juga: Penderita TBC Tertinggi se Jatim, Dinkes Surabaya Sebut Penemuan Banyak Penanganan Lebih Cepat

Advertise - Idul Fitri 1446H dr akma

Editor : Ading