selalu.id - Ketua Gerakan Masyarakat Peduli Anggaran (Gempar) Jawa Timur, Zahdi, mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk mengusut dugaan penyimpangan dalam proyek tambahan gedung baru DPRD Surabaya.
Zahdi menyoroti ketidaksinkronan antara legislatif dan eksekutif serta pengembalian kelebihan bayar Rp50 juta berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai alasan mendasar atas desakan tersebut.
Baca Juga: Ratusan RW di Surabaya Dinyatakan Bebas TBC, Dinkes Perkuat Pemantauan
“Hal-hal yang tidak sinkron, seperti pengembalian kelebihan bayar Rp50 juta dan lainnya, menambah keyakinan kami bahwa ada ruang untuk membuka tabir dugaan korupsi. Kami meminta APH mengusut tuntas melalui DPRKP CKTR, khususnya pejabat pembuat komitmen (PPK) pada masa itu,” tegas Zahdi, kepada selalu.id, Minggu (15/12/2024).
Gempar Jatim menilai, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) memiliki peran kunci dalam pelaksanaan proyek tersebut. Zahdi juga menyatakan bahwa pihaknya akan terus mendorong penyelidikan hingga tuntas.
“Kami tegak lurus meminta APH membongkar dan mengusut tuntas dugaan ini melalui pintu PPK selaku pejabat yang bertanggung jawab dalam pekerjaan itu,” katanya.
Meski demikian, Zahdi menilai ada potensi pelanggaran yang perlu ditelusuri lebih jauh. “Kami patut menduga ada hal yang tidak sesuai prosedur, sehingga perlu pembongkaran dan pengusutan mendalam,” katanya.
Sebelumnya, tambahan gedung DPRD Surabaya telah mencuat karena adanya dugaan korupsi dalam proyek tersebut. Proyek yang terdiri dari dua tahap tersebut mencakup pembangunan fisik gedung dan pengerjaan interior.
Meskipun pihak terkait telah menyatakan bahwa semua proses sesuai aturan dan telah diaudit oleh BPK, isu kelebihan bayar serta mekanisme pelaksanaan proyek memicu keraguan.
Iman Krestian yang saat itu sebagai PPK dalam proyek tersebut, menjelaskan bahwa pembangunan fisik dilakukan pada 2017–2018 dengan nilai Rp54 miliar. Sementara itu, pengerjaan interior dilaksanakan pada 2019 dengan nilai Rp8,2 miliar.
Terkait temuan kelebihan pembayaran Rp50 juta, Iman menyatakan bahwa dana tersebut telah dikembalikan ke kas daerah pada April 2019. Namun, Gempar Jatim tetap mempertanyakan potensi adanya penyimpangan lebih besar yang belum terungkap.
Baca Juga: Pegawai Kantoran di Surabaya Direkam di Toilet, Pelaku Diduga Incar Sesama Jenis
Terkait temuan BPK atas kelebihan pembayaran sebesar Rp50 juta pada pembangunan fisik tahap pertama, Iman memastikan bahwa dana tersebut sudah dikembalikan ke kas daerah.
“BPK sudah memeriksa seluruh proses, dan pengembalian kelebihan pembayaran telah diselesaikan pada April 2019,” tegasnya.
Iman pun menjelaskan kronologis proses pembangunan proyek itu dilaksanakan dalam dua tahap. Pada tahun 2017–2018, dilakukan pembangunan gedung secara fisik oleh kontraktor PT Tiara Multi Teknik dengan nilai kontrak sekitar Rp54 miliar.
Gedung tujuh lantai tersebut selesai sesuai kontrak multiyears dan telah diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pada tahap ini, gedung dibangun tanpa interior.
Selanjutnya, pada tahun 2019, Pemkot melelang kembali proyek untuk melengkapi interior gedung. Lelang ini dimenangkan oleh PT Telaga Pasir Kuta dengan nilai kontrak sekitar Rp8,2 miliar.
Baca Juga: 50 Orang Mundur di Lelang Jabatan, DPRD Surabaya Soroti Kepercayaan Diri ASN
“Ini adalah dua proyek yang berbeda dengan kontrak terpisah, bukan lanjutan multiyears,” kata Iman.
Lebih lanjut Iman juga membantah anggapan bahwa ada tumpang tindih anggaran antara pembangunan gedung DPRD, masjid, dan basement di sekitar Balai Pemuda. Ia menegaskan bahwa masing-masing proyek memiliki anggaran dan kontrak yang terpisah.
“Pembangunan basement dan masjid bukan bagian dari proyek gedung DPRD. Tidak ada penambahan anggaran dari kontrak awal untuk gedung DPRD,” jelasnya.
Kemudian, aturan terkait pelaksanaan kontrak multiyears, Iman menjelaskan bahwa semua tahapan sudah sesuai aturan. Kontrak multiyears berlaku untuk pembangunan fisik 2017–2018, sementara pekerjaan lanjutan untuk interior dilaksanakan melalui lelang baru pada 2019.
“Multiyearsnya ada satu, yang tahun 2017-2018 itu hanya bangun gedungnya saja. Itu selesai dulu diperiksa BPK. Baru kita pararel untuk pengerjaan interior dan conecting interiornya (gedung baru ke gedung lama). Jadi kontrak terpisah bukan multiyears lanjutan,” tegasnya.
Editor : Arif Ardianto