selalu.id - Upaya pengurangan emisi karbon di Kota Surabaya kembali menjadi perhatian. Anggota Komisi C DPRD Surabaya, Ahmad Nurjayanto, mengusulkan pembatasan usia operasional truk yang beroperasi di Surabaya.
Langkah ini dinilai sejalan dengan kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam menjaga kualitas udara perkotaan.
Wakil Ketua DPRD Surabaya, Arif Fathoni, mendukung penuh usulan tersebut. Ia menyoroti langkah Pemkot Surabaya yang telah memulai transformasi penggunaan kendaraan dinas berbahan bakar fosil menjadi kendaraan listrik sebagai bentuk komitmen nyata untuk menjaga lingkungan.
“Transformasi ini menunjukkan komitmen Pemkot Surabaya agar udara kota tetap bersih, sebagaimana yang dilakukan kota-kota kelas dunia lainnya. Perubahan iklim itu nyata, dan kita butuh tindakan konkret,” ujar Arif Fathoni, Senin (9/12/2024).
Fathoni menegaskan bahwa upaya pengurangan emisi tidak hanya dapat dilakukan melalui transformasi energi hijau, tetapi juga melalui penataan moda transportasi, termasuk truk yang beroperasi di jalanan kota.
Ia menyoroti pentingnya pembatasan usia operasional truk agar tidak menjadi penyumbang polusi dan kerusakan jalan di masa mendatang.
“Jika bus sudah memiliki batasan usia operasional, mengapa truk belum? Surabaya bisa menjadi pionir dalam hal ini. Langkah ini juga dapat menjadi masukan bagi pemerintah pusat untuk meninjau kembali regulasi terkait truk tua yang masih beroperasi di kota-kota besar,” jelasnya.
Fathoni menyoroti tingginya jumlah truk tua yang masih beroperasi di Surabaya, terutama di area seperti Jalan Margomulyo dan Kalianak. Truk-truk tersebut kerap kali membawa muatan berlebih, sehingga berpotensi merusak jalan.
Selain itu, masalah seperti patahnya as roda atau meletusnya ban vulkanisir sering menjadi penyebab kemacetan.
“Truk-truk tua ini tidak hanya menjadi faktor kemacetan, tetapi juga menciptakan polusi udara yang merugikan warga. Gas buang hitam pekat yang mereka hasilkan sangat mengganggu, terutama bagi pengendara motor,” tegas Fathoni.
Terkait uji kelayakan kendaraan (KIR), Fathoni menilai perlu dilakukan pengawasan lebih ketat, khususnya terkait emisi gas buang. Ia menyebut bahwa aturan yang ada saat ini hanya memberikan sanksi kepada pemilik truk yang tidak melakukan uji KIR secara berkala.
“Dalam hukum ada asas Contrarius Actus, yang artinya siapa yang menerbitkan izin harus mengawasi pelaksanaannya. Pemkot Surabaya memiliki kewenangan ini melalui uji KIR. Pengawasan ketat perlu dilakukan sambil menunggu regulasi lebih rinci, baik berupa perda maupun undang-undang,” katanya.
Fathoni juga mendorong adanya kerja sama antara Dinas Perhubungan Surabaya, Polrestabes Surabaya, dan para pengusaha angkutan untuk membangun kesadaran bersama terkait pembatasan operasional truk tua.
“Ini bukan hanya soal regulasi, tetapi soal komitmen bersama untuk masa depan udara yang lebih bersih. Saya yakin para pengusaha akan memahami dan mendukung upaya ini,” pungkasnya.
Baca Juga: DPRD Jatim Minta Penundaan Penerapan Kelas Rawat Inap Standar
Editor : Ading