selalu.id - Di sudut Jalan Semolowaru Tengah I no 87, Surabaya, berdiri sebuah kedai yang menawarkan sesuatu yang berbeda dari kebanyakan tempat nongkrong kekinian.
Djadoelrek, sebuah kedai yang menghadirkan nuansa nostalgia lewat koleksi barang retro, kaset pita, hingga permainan video game klasik, menjadi destinasi favorit bagi mereka yang ingin mengingat kembali masa lalu atau sekadar mencari suasana yang hangat dan akrab.
Dhani Kusuma (36), pemilik kedai Djadoelrek, memulai usaha ini dari kondisi yang sulit. Awalnya ingin memulai bisnis kuliner dengan Fudruck, namun terpuruk saat pandemi COVID-19 di tahun 2020. Dhani pun menceritakan bagaimana ia berjuang mengatasi kebuntuan dan memilih mencari hiburan dengan mengumpulkan barang-barang retro.
“Awalnya koleksi barang-barang nostalgia ini hanya untuk menghibur diri. Saya suka benda-benda jadul seperti tape boombox, turntable, dan memorabilia lainnya. Dari kegagalan itu, saya malah menemukan jalan untuk memulai sesuatu yang baru,” ungkap Dhani, saat ditemui selalu.id, Rabu (3/12/2024).
Dhani memulai hobinya dengan berburu barang retro di pasar loak atau embong di Surabaya. Ia tak hanya mengoleksi, tetapi juga memperbaiki dan merestorasi barang-barang tersebut agar layak digunakan kembali.
“Barang-barang ini bukan hanya pajangan, tapi juga bisa difungsikan kembali. Lewat barang-barang ini, orang bisa mengenang masa lalu, menceritakan pengalaman mereka, dan mengingat kenangan masa kecil,” katanya.
Baca Juga: Pegawai Kantoran di Surabaya Direkam di Toilet, Pelaku Diduga Incar Sesama Jenis
Barang-barang yang tersedia di kedai ini cukup beragam, mulai dari piringan hitam, kaset pita, hingga konsol game retro seperti Super Nintendo dan Sega. Dhani mengakui bahwa mendapatkan barang-barang ini tak selalu mudah.
“Kadang barangnya langka, jadi harus cari ke teman atau pasar loak. Tapi saya senang, karena tujuan saya bukan mencari keuntungan besar, melainkan juga ingin membangkitkan nuasan kenangan masa lalu,” tambahnya.
Nama “Djadoelrek” sendiri mencerminkan identitasnya: “jadul” sebagai representasi barang-barang lawas, dan “rek” representasi orang Surabaya. Dengan konsep sederhana, kedai ini menjadi tempat di mana pengunjung dari berbagai usia berkumpul.
“Rata-rata pengunjungnya berusia 30-50 tahun. Mereka datang untuk mengenang masa muda. Tapi ada juga anak muda yang suka suasana jadul dan menjadikannya tempat foto yang Instagramable,” cerita Dhani.
Baca Juga: Diduga Cabuli Anak, Pimpinan Ormas di Surabaya Ditangkap
Selain menghadirkan barang-barang retro, Djadoelrek juga memiliki program podcast audio sederhana. Dhani menjelaskan bahwa podcast ini menjadi ruang tambahan bagi pengunjung untuk berbagi cerita.
“Podcast ini awalnya iseng-iseng, tapi sekarang jadi wadah produktif bagi teman-teman yang ingin curhat atau berbagi pengalaman. Sebenarnya juga untuk menarik pengunjung, siapa tahu ada yang tertarik rekaman di sini,” katanya sambil tersenyum.
Kedai ini juga dirancang ramah keluarga. Sambil menikmati makanan dan minuman, orang tua bisa bernostalgia dengan playlist lagu dari kaset pita, sementara anak-anak bermain konsol game retro yang tersedia di kedai.
Dhani yang juga bekerja sebagai pegawai kantoran ini mengelola kedainya secara mandiri bersama istrinya. Keduanya saling berbagi peran: sang istri menjaga kedai saat Dhani bekerja, dan Dhani melanjutkan tugas sepulang kantor.
Meski dijalankan tanpa pegawai, Dhani tetap memberikan perhatian penuh pada kenyamanan pengunjung. “Di sini pengunjung bisa memilih kaset untuk didengarkan, jadi suasananya lebih personal. Saya ingin membuat kedai ini bukan hanya tempat minum kopi, tapi juga ruang rindu untuk berbagi cerita dan kenangan,” jelas Dhani.
Kedai Djadoelrek kini menjadi persilangan unik antara kafe modern dan warkop tradisional. Suasana yang hangat dan penuh kenangan membuatnya tak hanya menjadi tempat nongkrong, tetapi juga ruang bagi pengunjung untuk menghidupkan kembali kenangan masa lalu.
“Lewat kedai ini, saya ingin membuktikan bahwa barang-barang lama punya cerita dan nilai yang bisa terus dikenang. Djadoelrek adalah tentang nostalgia yang tetap relevan di tengah modernitas,” pungkas Dhani.