• Loadingselalu.id
  • Loading

Minggu, 24 Sep 2023 03:00 WIB

Pengamat Sebut PSI Otoriter: Ketua Dewan Pembina Bisa Merangkap Apapun

Airangga Hartanto

Airangga Hartanto

selalu.id - Partai politik merupakan salah satu tonggak penyangga asas falsafah demokrasi di Indonesia, karena partai politik memiliki peran penting dalam mengorkerstrasi kebebasan berdideologi dan berpolitik yang berintegritas. Olehkarenaya, pengamat politik Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi, mendorong partai-partai agar semakin demokratis dan reformis.

Dia pun menyoroti satu partai yang dipandangnya belum mengaplikasikan asas-asas tersebut, yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Airlangga melihat bahwa PSI ternyata sangat otoriter dan diktator dalam skema kepengurusannya. Sorotan doktor alumnus Murdoch University, Australia, terkait kekuasaan Dewan Pembina di PSI. Struktur Dewan Pembina di PSI cenderung “militeristik” yang bisa membatalkan keputusan pada tingkat apapun. Hal ini tidak sesuai dengan persepsi dan citra yang dibangun selama ini.

Baca Juga: Ini Alasan Pengamat Sebut Dewan Pembina PSI Otoriter

Airlangga memberikan satu catatan kritis untuk PSI yakni ada semacam keterbelahan karakter. Ibarat dalam kajian psikologi, ada split personality dalam entitas PSI. Split personality tersebut muncul ketika pencitraan politiknya tersebut selalu menampilkan diri sebagai partai yang memperjuangkan demokrasi, kesetaraan, republikanisme suatu karakter dari corak politik modern, namun apabila kita kaji dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga ada problem otoritarian dan bahkan diktatorial dalam struktur PSI.

“Ini terkait Ketua Dewan Pembina PSI dapat merangkap berbagai jabatan sebagai Ketua Umum, Sekjen, Ketua Dewan Pertimbangan Nasional, Ketua Dewan Pakar Nasional dan DPP. Artinya dalam kelembagaan internal jejak otoritarianisme warisan Orde Baru tampak melekat dalam partai tersebut,” ujar Airlangga kepada media, Jumat (8/9/2023).

Baca Juga: Tentukan Pilihan Capres, PSI Jaring Aspirasi 38 DPW

Jejak-jejak warisan otoritarianisme dalam tubuh PSI, kata Airlangga, berkonsekuensi cukup panjang dalam mendegradasi nilai-nilai demokratis yang selalu ditunjukkan PSI di “panggung depan” politiknya.

“Dengan kekuasaan dewan pembina yang luar biasa, maka Dewan Pembina yang militeristik ini bisa membatalkan keputusan dari tingkat yang ada di bawahnya. Lagi-lagi corak demokrasi bottom up tidak hadir dalam demokratisasi internal PSI. Tak heran jika peran ketua umum PSI tidak begitu terlihat. Tidak seperti partai politik lainnya," jelasnya.

Baca Juga: Bimbang Pilih Capres, PSI Bakal Pilih yang Senafas dengan Jokowi

Airlangga menambahkan, selanjutnya dalam dinamika politik, PSI mengalamai semacam keterbelahan antara kesadaran wacana (discursive consciuosness) dan kesadaran praktis (practical consciousness). Di satu sisi, dalam tataran wacana menekankan pada nilai-nilai politik republikanisme seperti tertera dalam AD/ART-nya, namun misalnya saat ada isu liar beberapa waktu lalu terkait wacana 3 periode maupun perpanjangan masa jabatan presiden, PSI bungkam dan tidak menunjukkan keteguhan sikapnya.

“Di sini kembali kita bisa menyaksikan keterbelahan politik dari PSI,” ujarnya.

Editor : Ading