Selalu.id - Pemerintah Kota Surabaya bersama Tim Penggerak (TP) PKK kembali menggelar Gebyar Lomba BWSE (Bersama Wujudkan Surabaya Emas) – Eliminasi Stunting Jilid IV.
Program ini menjadi salah satu upaya masif Pemkot dalam mencegah stunting sejak dini, dengan menyasar bayi di bawah dua tahun yang mengalami gejala awal gagal tumbuh.
Baca Juga: Bayi di Surabaya Bakal di Tes Darah, Ini Alasannya
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, BWSE kali ini fokus pada 607 baduta (bayi di bawah dua tahun) yang tidak mengalami kenaikan berat badan dua kali berturut-turut. Mereka terdiri dari bayi usia 0–6 bulan, 7–11 bulan, hingga 12–24 bulan.
Data sasaran diperoleh dari Dinas Kesehatan dan diverifikasi bersama kader PKK dan Puskesmas, sehingga memastikan intervensi diberikan secara tepat.
Ketua TP PKK Surabaya, Rini Indriyani, menjelaskan bahwa program ini tidak hanya berorientasi pada penurunan angka stunting, tapi juga memperkuat peran keluarga dalam pola pengasuhan dan pemenuhan gizi anak.
Sosialisasi program ini, kata dia, telah dimulai sejak 30 Juni lalu kepada seluruh Ketua PKK kecamatan dan kelurahan, yang nantinya akan mendampingi keluarga-keluarga sasaran.
Pendampingan akan berlangsung selama dua bulan penuh, mulai 5 Juli hingga 30 Agustus 2025. Dalam periode tersebut, seluruh peserta akan menerima intervensi kesehatan dan gizi secara terpadu.
Mereka akan ditangani langsung oleh dokter spesialis anak di tiap Puskesmas, serta mendapatkan bantuan nutrisi dari berbagai instansi. Susu, telur, dan ikan diberikan sebagai asupan gizi harian. Bagi anak yang alergi telur, PDAM Surya Sembada menyediakan alternatif berupa daging atau ikan.
Baca Juga: Turun hingga 526 Kasus, Surabaya Capai Kota Stunting Terendah se-Indonesia
Selain pemenuhan gizi, para orang tua juga dibekali edukasi tentang cara pemberian makan (MPASI), laktasi yang tepat, hingga pentingnya kebersihan lingkungan. Konselor laktasi dari dokter spesialis anak akan memberikan pelatihan langsung pada 19 dan 28 Juli, serta 2 Agustus.
Rini menegaskan, fokus utama BWSE adalah mengubah pola pikir dan kebiasaan orang tua agar memahami pentingnya pola asuh sehat. Menurutnya, dua bulan adalah waktu yang cukup untuk membentuk kebiasaan baru dalam merawat anak. Ia berharap setelah program berakhir, orang tua bisa konsisten menerapkan pola hidup sehat agar grafik pertumbuhan anak tetap stabil.
Penilaian dalam lomba ini dilakukan oleh para pakar lintas disiplin, mulai dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair, HIMPSI, hingga Poltekkes Kemenkes. Kriteria penilaian mencakup kesesuaian tumbuh kembang anak berdasarkan KMS, kreativitas orang tua dalam mengolah makanan, kondisi rumah sehat, hingga kualitas pendampingan Tim Pendamping Keluarga (TPK).
Salah satu terobosan baru dalam BWSE Jilid IV adalah penilaian terhadap “Kampung ASI” di tiap kelurahan. Kampung ini dinilai berdasarkan capaian ASI eksklusif dan aktivitas pendampingan oleh masyarakat, termasuk dukungan lintas sektor yang aktif.
Dr. dr. Mira Ermawati, Sp.A(K), dari IDAI Jawa Timur, menyambut baik konsistensi kolaborasi dengan Pemkot Surabaya yang sudah terjalin selama empat edisi BWSE. Ia menyebut kelompok usia 0–6 bulan sebagai target utama karena fase ini sangat krusial untuk pencegahan dini.
Banyak kasus stunting, lanjutnya, bermula dari perlekatan menyusui yang kurang tepat atau rendahnya asupan protein ibu menyusui.
IDAI pun memperkuat peranannya lewat program “1 Puskesmas 1 Pediatrician” (1P1P), yang kini diterapkan di seluruh Puskesmas Surabaya. Selama dua bulan program berlangsung, dokter spesialis anak akan turun langsung memberi penyuluhan di 63 puskesmas, melakukan pemantauan, hingga kunjungan rumah. Interaksi langsung dengan masyarakat menjadi bagian penting dari upaya memastikan intervensi berjalan optimal.
Editor : Yasin