Jumat, 20 Jun 2025 02:28 WIB

Banjir Rob Ancam Surabaya, Penurunan Tanah Jadi Pemicu Utama  

Banjir Rob

Banjir Rob

selalu.id – Wilayah utara dan timur Surabaya dilanda banjir rob selama empat hari terakhir. Menurut Pengurus Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Jawa Timur, Ali Yusa, fenomena ini dipicu oleh penurunan muka tanah (land subsidence) yang signifikan.

 

Baca Juga: Risma Kirim 25.000 Liter Air Bersih untuk Warga Terdampak Banjir Tanggulangin

Riset tahun 2023 mencatat laju penurunan tanah di kawasan pesisir utara dan timur Surabaya berkisar antara 0,2 hingga 83,3 milimeter per tahun. Jika tren ini terus berlanjut, pada 2033 permukaan tanah bisa turun hingga 8 meter, terutama di perbatasan Tandes dan Asemrowo.

 

"Penurunan tanah membuat permukaan lebih rendah dari laut, sehingga risiko banjir rob meningkat," ujar Ali Yusa kepada selalu.id, Sabtu (31/5/2025).

 

Subsidensi ini terutama disebabkan oleh eksploitasi air tanah yang berlebihan serta pembangunan infrastruktur yang masif. Di Surabaya Timur, penurunan tercatat mencapai 0,28 meter per tahun, khususnya di kawasan Rungkut. Kondisi ini memperburuk sistem drainase dan meningkatkan frekuensi banjir rob, terutama saat pasang tinggi dan hujan deras.

 

Selain subsidensi, sedimentasi di pesisir juga memperparah situasi. Material dari sungai dan gelombang laut mengendap di muara dan saluran air, mengurangi kapasitas aliran dan menyebabkan limpasan ke permukiman.

 

"Kondisi ini diperburuk oleh sistem drainase yang tidak optimal di sejumlah wilayah," tambahnya.

Baca Juga: Kapolres Gresik Salurkan Bantuan Sosial Bagi Warga Terdampak Banjir di Benjeng

 

Gabungan subsidensi dan sedimentasi telah mengubah morfologi pesisir secara drastis, menjadikan wilayah yang dulu aman kini rawan banjir rob. Solusi jangka panjang perlu mencakup pengendalian ekstraksi air tanah, perbaikan drainase, serta pengelolaan sedimentasi.

 

Ali juga menyoroti pentingnya pemantauan penurunan tanah secara real-time menggunakan teknologi seperti GPS dan InSAR. Selain itu, restorasi ekosistem pesisir seperti penanaman mangrove dinilai krusial sebagai penahan alami gelombang laut.

 

Baca Juga: Flyover Dipilih untuk Taman Pelangi, Pemkot Hindari Risiko Banjir Underpass

Ia menambahkan, pengembang perumahan seringkali mengabaikan sistem drainase, sementara BUMN yang beroperasi di pesisir fokus pada jalur pelayaran tanpa memperhatikan dampak lingkungan sekitar.

 

Ali turut mengkritisi pengalihan kewenangan pengelolaan kawasan pesisir ke pemerintah provinsi berdasarkan UU No. 23 Tahun 2016, yang dinilainya kurang optimal dan memperburuk sedimentasi.

 

"Kami berharap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang banjir yang sedang disusun DPRD Surabaya dapat menjadi solusi. Regulasi ini penting untuk memberikan dasar hukum bagi pemerintah dalam menindak pengembang dan pelaku usaha yang mengabaikan aspek ekologi dan morfologi kawasan," pungkasnya.

Editor : Ading