Rabu, 26 Mar 2025 18:27 WIB

Acara Tasyakuran Disorot, Eri Cahyadi: Efisiensi Bukan Soal Pelit Anggaran

  • Reporter : Ade Resty
  • | Senin, 03 Mar 2025 09:40 WIB
Syukuran Wali Kota Surabaya

Syukuran Wali Kota Surabaya

Advertise - IDUL FITRI 1446H ARIF FATHONI

selalu.id – Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menegaskan bahwa efisiensi anggaran bukan sekadar mengurangi pengeluaran, tetapi tentang bagaimana dana yang dikeluarkan mampu menghasilkan dampak ekonomi yang jauh lebih besar.

Hal ini ia sampaikan setelah dirinya pulang dari Retret, di  acara ‘Silaturahmi dan Tasyakuran Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya’ di Balai Kota, Sabtu (1/3/2025) lalu.

Eri mencontohkan bahwa ketika pemerintah menggelar acara seperti pameran atau festival budaya, itu bukanlah pemborosan, melainkan strategi untuk menggerakkan ekonomi warga.

“Ketika saya mengeluarkan uang Rp200 juta, tapi bisa menggerakkan banyak orang, berapa ekonomi yang bergerak? Berapa kemiskinan yang bisa kita selesaikan?” ujarnya.

Ia menekankan bahwa kebijakan efisiensi harus dilihat dari outcome (hasil) yang dihasilkan, bukan hanya dari jumlah uang yang dikeluarkan.

“Kalau Rp200 juta hanya digunakan untuk menyelesaikan masalah 300 orang miskin, dampaknya kecil. Tapi kalau dana yang sama digunakan untuk mengadakan pameran yang mendatangkan banyak wisatawan, maka perputaran uang yang terjadi bisa mencapai miliaran rupiah,” jelasnya.

Eri mencontohkan event Rujak Uleg, salah satu festival tahunan Surabaya, yang sering dianggap hanya sebagai kegiatan seremonial.

“Ada yang bilang, ‘Loh, efisiensi kok malah mengadakan Rujak Uleg?’. Tapi coba dihitung berapa banyak wisatawan yang datang ke Surabaya? Berapa hotel yang penuh? Berapa restoran dan tempat wisata yang dikunjungi? UMKM bergerak, dan uang yang masuk ke kota lebih besar dari yang dikeluarkan,” paparnya.

Menurutnya, efisiensi bukan berarti memangkas semua anggaran tanpa melihat manfaat jangka panjang. Jika dana yang dikeluarkan bisa mendatangkan pemasukan yang lebih besar, itu adalah efisiensi yang sebenarnya.

“Misalnya saya keluarkan Rp200 juta, tapi hasilnya perputaran ekonomi mencapai Rp3 miliar. Artinya saya untung, bukan rugi. Efisiensi adalah ketika uang yang masuk lebih besar dari uang yang keluar,” tegasnya.

Lebih lanjut Eri juga mengingatkan warga agar tidak hanya menuntut pemerintah untuk mengatasi kemiskinan, tetapi juga ikut berperan aktif.

“Budaya arek Suroboyo itu tolong-menolong. Kalau ada tetangga yang butuh, ya dibantu. Tapi sekarang banyak yang hanya bisa bicara, tapi ketika diminta membantu Rp100 ribu per bulan untuk tetangganya yang miskin, kok susahnya minta ampun,” katanya.

Ia mengajak warga yang mampu untuk tidak hanya mengkritik, tetapi juga berkontribusi nyata dalam menyejahterakan lingkungan sekitarnya.

Di sisi lain, acara Silaturahmi dan Tasyakuran ini mendapat sorotan dari Muhammad Saifuddin (Udin), anggota Komisi A DPRD Surabaya. Ia menilai, acara seremonial seperti ini tidak selaras dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran.

“Wali kota menggelar acara tasyakuran besar-besaran, padahal pemerintah pusat telah menginstruksikan untuk menghapus kegiatan seremonial yang tidak berdampak langsung bagi masyarakat,” kritiknya.

Udin juga menyoroti rencana Pemkot Surabaya yang berencana meminjam dana Rp5,6 triliun untuk pembangunan infrastruktur. Menurutnya, jika pemerintah bisa lebih bijak dalam mengelola anggaran, maka utang sebesar itu tidak perlu terjadi.

“Dari pada uang habis untuk seremonial, lebih baik disimpan untuk membangun kota. Kalau perlu, jangan sampai berutang,” ujarnya.

Baca Juga: Material Pemkot Hambat Pembangunan SMP di Tambak Wedi, Begini Respon DPRD

Advertise - Idul Fitri 1446H dr akma

Editor : Ading