selalu.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperingatkan tingginya tingkat korupsi di sektor swasta Indonesia, yang dinilai mengancam iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Meskipun seringkali luput dari sorotan publik, praktik korupsi di sektor ini, terutama dalam bentuk suap dan penyimpangan pengadaan barang dan jasa, merupakan ancaman serius yang perlu ditangani secara serius.
Hal ini disampaikan Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana, dalam bimbingan teknis (bimtek) daring bertajuk "Membangun Budaya Antikorupsi dalam Jaringan Kemitraan Bisnis," yang diselenggarakan bersama PT Bank Negara Indonesia (BNI) Persero. Wawan menekankan perlunya akselerasi upaya pencegahan korupsi di sektor swasta, khususnya perbankan, melalui peningkatan kesadaran dan penerapan prinsip-prinsip tata kelola yang bersih dan transparan.
"Korupsi di sektor swasta seringkali terjadi di berbagai tahapan, mulai dari perizinan hingga pengadaan barang dan jasa. Oknum pelaku usaha kerap memanfaatkan koneksi dan uang untuk memperlancar praktik koruptif demi keuntungan pribadi. Kondisi ini menghambat pertumbuhan ekonomi dan merusak iklim investasi. Oleh karena itu, pemberantasan korupsi dan pertumbuhan ekonomi harus berjalan beriringan, dengan fokus utama pada pencegahan," jelas Wawan.
Wawan menambahkan bahwa sektor perbankan memiliki risiko tinggi terlibat dalam kasus korupsi jika tidak memiliki kebijakan antikorupsi yang kuat dan terimplementasi dengan baik. Bimtek ini diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai integritas di kalangan pelaku usaha perbankan dan mendorong praktik bisnis yang bersih, yang selanjutnya dapat menjadi contoh bagi sektor swasta lainnya.
Seperti diketahui, berdasarkan data Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2024 menunjukkan peningkatan tiga poin menjadi 37 dari skala 0-100. Wawan menjelaskan bahwa peningkatan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk indikator dari Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum) yang mengukur kemungkinan perusahaan melakukan pembayaran suap terkait impor-ekspor, utilitas publik, pajak, kontrak, lisensi, dan putusan pengadilan.
Indikator serupa dari International Institute for Management Development (IMD) 2024 juga menunjukkan peningkatan skor Indonesia dari 40 menjadi 45. Meskipun terjadi peningkatan IPK, Wawan mengingatkan bahwa angka tersebut masih mencerminkan kondisi korupsi yang masih perlu dibenahi, terutama di sektor usaha. Modus operandi seperti pembayaran tambahan atau insentif ilegal untuk mempercepat proses bisnis masih marak terjadi, yang menyebabkan peningkatan biaya ekonomi bagi dunia usaha.
Direktur Human Capital and Compliance PT BNI Persero, Mucharom, menambahkan bahwa pengendalian gratifikasi di lingkungan BNI memerlukan komitmen yang kuat dari seluruh jajaran perusahaan. Meskipun BNI telah melaporkan sejumlah kasus gratifikasi ke KPK, Mucharom menekankan pentingnya komitmen bersama dari mitra bisnis untuk menjunjung tinggi integritas dan menghindari pemberian gratifikasi kepada pegawai BNI.
"Integritas bukan hanya benteng pencegahan korupsi, tetapi juga kunci utama dalam menciptakan tata kelola perusahaan yang transparan dan akuntabel," tegas Mucharom.
BNI mengapresiasi kerja sama dengan KPK dalam bimtek ini dan berharap kegiatan ini dapat memberikan manfaat nyata bagi peserta dalam membangun budaya antikorupsi di lingkungan kerja masing-masing. Kolaborasi antara KPK dan sektor swasta ini diharapkan dapat menjadi model bagi upaya pencegahan korupsi yang lebih efektif di Indonesia.
Baca Juga: Cerita Armuji Balik Kanan ke Surabaya saat Muncul Instruksi Larangan Retret
Editor : Yasin