Selasa, 18 Mar 2025 00:44 WIB

Krisis Pendapatan Mengintai Jawa Timur: Fraksi PKB Desak Aksi Nyata

Muhammad Ashari, juru bicara Fraksi PKB di DPRD Jawa Timur

Muhammad Ashari, juru bicara Fraksi PKB di DPRD Jawa Timur

selalu.id - Bayang-bayang krisis keuangan menyelimuti Jawa Timur, seiring prediksi penurunan pendapatan daerah yang mencapai hampir Rp 6 triliun (tepatnya Rp 5,9 triliun) pada tahun 2025. Prediksi suram ini tertuang dalam Nota Keuangan dan Rancangan APBD Jawa Timur tahun 2025, yang memproyeksikan pendapatan daerah hanya sebesar Rp 26,161 triliun, jauh di bawah revisi APBD tahun 2024 yang mencapai Rp 32,127 triliun.

Situasi ini telah memicu perdebatan sengit di DPRD Jawa Timur, dengan Fraksi PKB yang paling lantang menyuarakan keprihatinan atas sikap pesimis pemerintah provinsi. Fraksi PKB menilai bahwa proyeksi pendapatan daerah 2025 terlalu konservatif dan tidak mencerminkan potensi sebenarnya dari Jawa Timur.

Muhammad Ashari, juru bicara Fraksi PKB di DPRD Jawa Timur, melontarkan kritik tajam terhadap proyeksi anggaran pemerintah. Ia menilai target pendapatan yang ditetapkan terlalu rendah, tidak sejalan dengan capaian pendapatan Jawa Timur dalam enam tahun terakhir yang selalu melampaui angka Rp 30 triliun.

"Proyeksi ini terlalu pesimis dan tidak mencerminkan potensi sebenarnya dari Jawa Timur. Pemerintah harus lebih proaktif dan inovatif dalam mencari sumber pendapatan baru, mengeksplorasi potensi yang belum tergali, dan mendiversifikasi sumber pendapatan," tegas Ashari

Dalam agenda paripurna pekan lalu, Ashari mengajukan beberapa strategi potensial untuk meningkatkan pendapatan daerah, antara lain:

- Ekstensifikasi Retribusi Daerah: Memperluas cakupan retribusi daerah untuk menangkap sumber pendapatan yang belum termanfaatkan.

- Diversifikasi Pendapatan Daerah Lainnya: Mencari sumber pendapatan baru di luar sumber pendapatan tradisional.

Terkait kekhawatiran atas penurunan PAD dan peluang yang terlewatkan, Ashari juga mengungkapkan kekhawatirannya atas penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diproyeksikan mencapai Rp 16,4 triliun pada tahun 2025, turun 22 persen dari tahun sebelumnya. Ia menilai angka ini seharusnya jauh lebih tinggi, mengingat realisasi PAD tahun 2023 mencapai Rp 22,3 triliun dan target PAD tahun 2024 sebesar Rp 21,2 triliun.

Ashari menekankan bahwa masih banyak potensi PAD yang belum tergarap, di luar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), seperti:

- Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB):  Meningkatkan potensi pendapatan dari pajak MBLB.

- Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB):  Menetapkan target yang lebih ambisius untuk penerimaan PBBKB tahun 2025.

- Pajak Rokok:  Mengeksplorasi potensi pendapatan dari pajak rokok sebagai sumber pendapatan yang signifikan.

Meski begitu, Ashari juga mendesak pemerintah untuk lebih optimis dalam memproyeksikan pendapatan dari Pengelolaan Kekayaan Daerah. Ia mencatat bahwa proporsi pendapatan dari sektor ini masih relatif kecil dibandingkan dengan total PAD.

"Fraksi PKB berharap proporsi pendapatan dari Pengelolaan Kekayaan Daerah, khususnya melalui kontribusi BUMD melalui setoran dividen, dapat meningkat di masa depan. Hal ini dapat menjadi pengungkit signifikan bagi PAD Jawa Timur," tuturnya.

Selain itu, Fraksi PKB mendorong pemerintah untuk memanfaatkan peluang peningkatan pendapatan melalui Dana Insentif Daerah (DID) yang dialokasikan oleh Kementerian Keuangan. Fraksi PKB yakin bahwa potensi pendapatan Jawa Timur tahun 2025 bisa jauh lebih besar dibandingkan realisasi pendapatan tahun 2023, mengingat capaian pendapatan Jawa Timur yang selalu melampaui target dalam beberapa tahun terakhir.

Desakan Fraksi PKB ini muncul di tengah situasi kritis yang dihadapi Jawa Timur. Kemampuan provinsi untuk melewati krisis keuangan ini bergantung pada kesediaan pemerintah untuk mengambil langkah proaktif dan inovatif dalam meningkatkan pendapatan, serta memperjuangkan formula pembagian pendapatan yang lebih adil dengan pemerintah pusat.

Menambah beban keuangan, Jawa Timur juga menghadapi potensi penurunan pendapatan dari pajak kendaraan bermotor akibat perubahan formula bagi hasil antara pemerintah pusat dan daerah. Formula baru yang akan berlaku pada tahun 2025 akan membuat Jawa Timur hanya menerima 34 persen dari pendapatan pajak kendaraan bermotor, turun dari 70 persen saat ini. Pergeseran ini berpotensi mengakibatkan kerugian pendapatan yang signifikan bagi Jawa Timur, diperkirakan mencapai Rp 4 triliun.

Desakan Fraksi PKB untuk bertindak tegas muncul di tengah situasi krusial bagi Jawa Timur. Kemampuan provinsi untuk menghadapi badai keuangan ini bergantung pada komitmen pemerintah untuk menerapkan strategi pendapatan yang lebih proaktif dan inovatif, serta memperjuangkan formula bagi hasil yang lebih adil dengan pemerintah pusat.

Baca Juga: Biaya Pendidikan dan Seragam Sekolah Tinggi, Fuad Benardi: DPRD Jatim Dorong Kualitas Pendidikan 

Editor : Ading