selalu.id - Pengusungan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) untuk calon presiden (capres) Prabowo Subianto membuat dinamika politik menuju pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan presiden (pilpres) 2024 semakin menggulirkan perspektif yang bervariatif.
Pakar politik Universitas Airlangga (UNAIR) Prof Kacung Marijan pun menjelaskan pandangannya mengenai langkah yang diambil Prabowo Subionto itu untuk maju Pilpres 2024. Menurutnya pengusungan Gibran sebagai cawapres menunjukkan strategi serius Prabowo dalam memenangkan pilpres tahun mendatang.
Baca Juga: Khofifah Diisukan Gabung TKN Prabowo-Gibran, Begini Komentar Cak Imin
Melalui strategi menjadikan Gibran sebagai pasangannya di kontestasi pemilu. Hal itu diharapkan mampu menggaet suara dari para pendukung Jokowi atau setidaknya mengurangi keunggulan lawannya.
Selain itu, Gibran adalah sosok politisi muda yang memiliki prestasi dan visi. Terbukti dengan berhasil mengalahkan telak lawan politiknya dalam ajang pemilihan wali kota Solo dan berhasil mendapatkan apresiasi masyarakat.
"Menjadikan Gibran sebagai Cawapres, Prabowo dapat menarik atensi dari kalangan generasi muda yang mencapai 50 persen warga Indonesia sebagai pemilih potensial di pilpres mendatang,"kata Prof Kacung, Selasa (31/10/2023).
Kacung menambahkan bahwa pengusungan Gibran sebagai cawapres dapat memberikan keuntungan bagi Prabowo di Jawa Tengah, salah satu basis pemilih terbesar di Indonesia. Dilansir dari Lembaga Survei Indonesia (LSI), Ganjar unggul 32 persen suara di Jawa Tengah, sedangkan Prabowo hanya mendapatkan 16 persen suara.
Melalui pengusungan Gibran sebagai cawapres, harapannya mampu mengantarkan Prabowo ke gerbang kemenangan selangkah lebih dekat. Terlebih, Gibran memiliki popularitas dan pengaruh di Jawa Tengah dan berpotensi memecah suara PDIP di Jawa Tengah.
“Pemilih di Jawa Tengah yang sebelumnya mayoritas pendukung PDIP, di pemilu 2024 bisa jadi akan terpecah. Di antara mereka akan ikut Mas Gibran, yang berarti berpotensi menambah pemilih Pak Prabowo di Jawa Tengah,” tutur Prof Kacung.
Namun demikian, Prof Kacung juga mengingatkan bahwa keputusan ini bukan tanpa risiko dan tantangan. Menurutnya, ada dua faktor utama yang dapat menjadi pertimbangan bagi pemilih yang kritis terhadap kehadiran Gibran, yaitu pengalaman dan politik dinasti.
Faktor pengalaman berkaitan dengan latar belakang dan rekam jejak Gibran sebagai politisi. Gibran adalah salah satu politisi muda yang baru memulai karirnya di dunia politik. Ia baru menjabat sebagai wali kota Solo sejak 2020, setelah memenangkan pemilihan dengan suara telak. Sebelumnya, ia tidak memiliki pengalaman dalam bidang politik, melainkan bergerak di bidang bisnis dan kuliner.
Baca Juga: Wow! Hanya Gibran yang Tak Dapat Anggota Kehormatan Muhammadiyah
Faktor politik dinasti berkaitan dengan hubungan Gibran dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang merupakan ayahnya. Jokowi adalah presiden petahana yang populer dan memiliki basis pemilih yang besar.
Gibran dianggap sebagai bagian dari dinasti politik Jokowi, yang juga meliputi adiknya, Kaesang Pangarep, dan menantunya, Bobby Nasution, yang juga menjadi wali kota Medan. Politik dinasti itu sering dikritik oleh sebagian masyarakat sebagai bentuk nepotisme dan oligarki.
Prof Kacung menjelaskan bahwa kedua faktor itu dapat menjadi tantangan bagi Gibran untuk meyakinkan pemilih. “Ini adalah tantangan bagi Mas Gibran untuk meyakinkan ke pemilih. Kalau bisa, akan memperoleh dukungan. Kalau tidak ya, sulit memperoleh dukungan,” kata Prof Kacung.
Pilpres 2024 yang akan diikuti oleh tiga pasang Capres-Cawapres, yaitu Prabowo-Gibran, Ganjar-Mahfud, dan Anies-Muhaimin pada akhirnya mampu membentuk basis pemilih yang seimbang, sehingga tidak ada yang mendominasi secara mutlak.
“Pemilu 2024 ini diikuti tiga pasang, dan akan berlangsung sangat ketat. Hampir sangat sulit bagi pasangan untuk menang satu putaran,” ujar Prof Kacung.
Baca Juga: PP Muhammadiyah Kecewa Gibran Tak Hadiri Undangan Dialog Publik di Surabaya
Oleh karena itu, Prof Kacung memprediksi bahwa pilpres 2024 akan berlangsung dua putaran, yaitu putaran pertama pada April 2024 dan putaran kedua pada September 2024.
Dalam putaran pertama, pemilih akan memilih salah satu dari tiga pasangan capres-cawapres. Dalam putaran kedua, pemilih akan memilih salah satu dari dua pasangan capres-cawapres yang mendapat suara terbanyak di putaran pertama.
Dengan demikian, tantangan bagi pasangan Prabowo-Gibran adalah bagaimana memperoleh dukungan dari pendukung cawapres yang gagal lolos ke putaran kedua.
Prof Kacung menjelaskan bahwa hal ini akan menentukan kemenangan atau kekalahan dari pasangan Prabowo-Gibran. Ia menekankan bahwa pasangan Prabowo-Gibran harus mampu menjalin koalisi dengan pasangan lain yang gagal lolos ke putaran kedua jika ingin menang.
“Tantangan bagi pasangan Pak Prabowo dan Mas Gibran, di antaranya, adalah bagaimana memperoleh dukungan dari pendukung cawapres yang gagal lolos di putaran kedua. Kalau bisa, potensi menang akan terjadi,” pungkas Prof Kacung.
Editor : Ading