selalu.id - Usai Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan kabulkan perkara batas usia Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang diajukan secara persorangan oleh mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) bernama Almas Tsaqibbirru, Senin (17/10/2023) kemarin.
Publik pun semakin kuat menduga bahwa Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka akan menjadi Cawapres mendampingi Prabowo Subianto untuk maju Pilpres 2024.
Pasalnya, putusan MK tersebut terkait batas usia Capres atau Cawapres yang mensyaratkan diizinkannya calon berusia dibawah 40 tahun jika yang bersangkutan berpengalaman menjadi pejabat negara atau sedang menjadi kepala daerah.
Untuk itu, jika isu Prabowo- Gibran benar adanya, pengamat politik dari Universitas Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Andri Arianto mengatakan bahwa dirinya justru mencemaskan keputusan Gibran memilih jadi Cawapres.
"Apakah Gibran sudah memahami betul konsekuensi setelahnya?" kata Andri, kepada selalu.id, Selasa (17/10/20239/).
Andri menjelaskan saat ini wacana pasangan Prabowo-Gibran semakin liar. Terlebih lagi banyak yang berasumsi jika pasangan tersebut menang, maka Gibran nantinya akan mengantikan Prabowo. Misal, Ketua Umum Gerindra itu bermasalah dengan kesehatan.
"Nah saya juga bisa berasumsi apakah Gibran mampu membawa beban kenegaraan hanya berbekal pengalaman Wali Kota. Saya mencoba berpikir positif saja, Gibran masih loyal dengan PDIP dan tidak akan mengambil pinangan PS (Prabowo Subianto)," ungkap Andri.
Dengan demikian, ia berharap Gibran menolak menjadi Cawapres Prabowo Subianto. Ia juga menilai peluang pasangan Prabowo-Gibran juga tipis. Terlebih lagi, koalisi Prabowo-Gibran sangat berpotensi menyebabkan chaos di Pemilu 2024.
"Saya memang berharap Gibran menolak pinangan PS, juga tipis peluang menjadikan pasangan PS-Gibran terjadi, kita semua juga berdoa semoga Pemilu 2024 tidak terjadi krisis politik-demokrasi dan chaos," jelasnya.
Sementata itu, pengamat politik Universitas Trunojoyo Madura, Surokim Abdussalam juga menanggapi apabila koalisi Prabowo-Gibran terjadi akan membuat situasi bisa bertambah buruk pada relasi Presiden Jokowi dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
"Apalagi momentumnya menjelang pendaftaran paslon. Saya kira relasi yang terjadi akan rumit ke depannya, apalagi keduanya, baik bu Mega maupun pak Jokowi tipikal politisi high context yang banyak diam dan tidak lugas, lebih banyak menyimpan daripada diekspresikan," terangnya.
"Dan ini menurut saya potensial membuat konstelasi politik berubah-ubah dan tidak mudah diprediksi," pungkasnya.
Baca Juga: KPU Jatim Imbau Peserta Pemilu Tidak Memasang APK Sembarangan
Editor : Ading