selalu.id – Pencopotan Adi Sutarwijono dari jabatan Ketua DPC PDIP Surabaya diisukan berkaitan dengan manuver politik Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi melalui pembentukan “Kabinet Surabaya Berkah”.
Baca Juga: Perkuat Barisan, Fraksi PDIP DPRD Surabaya Konsolidasi Bersama DPC
Menanggapi isu ini, pengamat politik dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Ken Bimo Sultoni, menilai klaim tersebut masih spekulatif dan perlu dikaji lebih dalam.
“Jika benar pencopotan Pak Adi terkait dengan gesekan politik dalam Kabinet Surabaya Berkah, itu terlalu berisiko. Ada potensi kehilangan kepercayaan dari akar rumput dan perubahan peta politik PDIP di Surabaya,” ujar Ken Bimo saat dihubungi, Senin (5/5/2025).
Isu yang berkembang menyebutkan bahwa Eri Cahyadi tengah merancang kabinet baru dengan memasukkan unsur dari partai-partai pengusung di Pilkada lalu. Langkah ini diduga memicu ketegangan internal PDIP yang berujung pada pencopotan Adi, sosok yang selama ini dikenal sebagai representasi suara akar rumput partai.
“Jika Pak Eri memanfaatkan momentum ini untuk menyiapkan langkah menuju Pilgub, maka biaya politik yang harus dibayar sangat mahal. Potensi kehilangan soliditas internal dan dimanfaatkannya situasi ini oleh partai lain seperti Gerindra atau Golkar sangat terbuka,” jelas Ken.
Namun, ia menilai jika pencopotan Adi semata-mata karena evaluasi kinerja, seperti penurunan kursi atau suara PDIP, hal tersebut masih bisa diterima secara rasional sebagai bagian dari dinamika organisasi politik.
Baca Juga: Armuji Nyatakan Siap Ditugasi Jadi Ketua PDIP Surabaya
“Masalah utamanya bukan pada pencopotannya, tapi cara dan alasan di baliknya. Jika tidak ada komunikasi yang transparan dan partisipatif dari elit PDIP, itu justru bisa menimbulkan gejolak di level bawah,” tambahnya.
Ken menegaskan bahwa selama PDIP mampu menjaga komunikasi politik secara terbuka dan tetap mengakar pada basis pendukung, dampak dari pencopotan ini tidak akan signifikan. Namun, jika PDIP menjadi semakin eksklusif, situasi tersebut bisa dimanfaatkan oleh partai pesaing.
“Gerindra dan Golkar memiliki basis massa di Surabaya. Jika PDIP tidak segera mengambil langkah strategis dan komunikatif, partai-partai ini bisa mengambil peluang untuk memperkuat posisi mereka,” ujarnya.
Baca Juga: Eri Cahyadi Enggan jadi Ketua DPC PDIP Surabaya, Plt Yordan Ingatkan Konsekuensinya
Lebih lanjut, Ken menekankan pentingnya keterbukaan dan konsolidasi internal PDIP dalam menghadapi dinamika ini.
“PDIP perlu memastikan bahwa setiap langkah politik yang diambil tetap berpijak pada prinsip inklusivitas dan keberpihakan pada rakyat, agar tidak kehilangan identitas sebagai partai wong cilik,” pungkasnya.
Editor : Ading