selalu.id – Suasana khidmat menyelimuti Gereja Katolik Santo Vincentius a Paulo Surabaya saat perayaan Jumat Agung, Jumat (18/4/2025).
Tahun ini, visualisasi Jalan Salib tampil berbeda dengan sentuhan budaya Jawa, mulai dari tata busana khas hingga iringan gamelan yang mengalun lembut di setiap adegan.
Baca Juga: Unik, Begini Inovasi Pohon Natal di Gereja Katolik Santo Vincentius a Paulo
Konsep ini digagas Orang Muda Katolik (OMK) bekerja sama dengan komunitas seni dan alumni SMA Katolik St. Louis II Surabaya. Mereka ingin menghadirkan pesan iman yang membumi dan akrab dengan budaya lokal.
“Ini berangkat dari ide Romo Yoyon yang ingin ada unsur Jawa dalam perayaan ini. Kami padukan secara halus, apalagi gereja memang memiliki perangkat gamelan yang bisa dimanfaatkan,” ujar Philippus Neri Tri Setyoadi Nugroho, pemeran Yesus.
Philippus mengakui proses kreatif tersebut penuh tantangan, termasuk perdebatan soal penggunaan bahasa. “Sempat ada usulan memakai bahasa Jawa, tapi akhirnya kami pilih bahasa Indonesia agar lebih mudah dipahami dan menjangkau umat lebih luas,” jelasnya.
Ia menambahkan, penjiwaan peran Yesus tidak hanya mengandalkan aspek teatrikal, tetapi juga perenungan melalui Kitab Injil.
“Saya mencoba menghidupi kesedihan Yesus, bukan hanya pada masa itu, tapi juga atas dosa-dosa manusia yang terus berlangsung sampai hari ini,” ungkapnya.
Suster Antonia dari Gereja Santo Vincentius mengapresiasi pendekatan budaya dalam visualisasi Jalan Salib ini. Ia menilai, konsep tersebut mampu menyentuh sisi emosional dan spiritual umat secara lebih mendalam.
“Jalan Salib versi ini membantu umat merenungkan penderitaan Yesus dengan cara yang lebih dekat dengan budaya kita. Ini memperkaya pengalaman iman,” tuturnya.
Selain itu, Suster Antonia menyoroti semangat kolaborasi lintas kelompok dan lintas iman dalam perayaan tersebut.
“Kami ingin mendorong kerja sama lintas iman untuk menciptakan kebaikan bersama. Jalan Salib ini contoh konkret bagaimana seni dan iman bisa menjadi alat pemersatu,” katanya.
Mengakhiri refleksinya, Suster Antonia mengajak umat tidak hanya merenungkan penderitaan, tetapi juga menghidupi makna kebangkitan dalam kehidupan sehari-hari.
“Mari kita bangun kerajaan Allah di sekitar kita, dalam keluarga, komunitas, dan kehidupan sosial,” pungkasnya.
Editor : Ading