Senin, 24 Mar 2025 19:43 WIB

Kritik Sosial terhadap Penyelenggaraan Pemilukada 2024 di Jawa Timur

Herdian, Ketua KIPP Jatim

Herdian, Ketua KIPP Jatim

selalu.id - Pemantauan oleh Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jawa Timur setelah pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) 2024, baik di Pilwali maupun Pilgub, menunjukkan beberapa hal penting yang perlu menjadi perhatian. 

Herdian, Ketua KIPP Jatim, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan tabulasi hasil pemantauan di berbagai kabupaten/kota di provinsi ini. Menurutnya, hasil pengamatan menunjukkan adanya perbedaan signifikan dalam tingkat pemahaman masyarakat tentang pesta demokrasi ini, terutama di daerah-daerah yang jauh dari Surabaya.

"Kami mencatat, daerah-daerah yang cukup jauh dari pusat kota seperti Pamekasan, Ngawi, dan Pacitan, masih memiliki tingkat kepedulian terhadap pemilu yang rendah. Hal ini berbeda dengan kabupaten yang lebih dekat dengan Surabaya, seperti Gresik dan Sidoarjo, yang tingkat pendidikan politiknya lebih baik," ujar Herdian kepada selalu.id saat ditemui di Surabaya, Senin (2/12/2024).

Menurutnya, faktor jarak dan keterbatasan anggaran menjadi kendala utama dalam penyelenggaraan pemilu di daerah-daerah tersebut. 

"Penyelenggara pemilu di daerah terpencil seringkali kesulitan menjangkau pemilih, karena keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh kabupaten/kota. APBD setiap daerah berbeda, dan seharusnya provinsi dapat memberikan dukungan untuk meningkatkan partisipasi pemilih di wilayah-wilayah tersebut," lanjut kata Herdian.

Herdian juga mencatat bahwa meskipun terdapat peningkatan partisipasi di beberapa daerah, seperti Surabaya dan Batu, angka partisipasi pemilih masih terbilang rendah dibandingkan dengan Pilpres 2024. "Partisipasi pemilih di Surabaya meningkat signifikan, dari 54 persen menjadi sekitar 76-78 persen, namun secara keseluruhan, angka tersebut masih jauh dari ideal," jelasnya. 

Ia menambahkan, meskipun ada peningkatan, daerah dengan tingkat partisipasi rendah, seperti Bangkalan, mencatatkan penurunan yang cukup tajam. "Dulu, Bangkalan mencatatkan partisipasi lebih dari 90 persen, namun kini hanya sekitar 74 persen," tuturnya.

Di sisi lain, KIPP Jatim juga mencatat adanya fenomena calon tunggal dalam beberapa daerah, yang berpotensi mengurangi dinamika politik.

Herdian mengungkapkan, "Kondisi ini cenderung membuat masyarakat kurang antusias karena tidak ada pilihan lain, seperti yang terjadi di beberapa kecamatan di Gresik dan kota lainnya," cetusnya.

Ia menilai bahwa partisipasi pemilih dapat meningkat jika ada persaingan yang lebih terbuka antar calon. Salah satu persoalan serius yang juga mencuat adalah praktek politik uang yang masih terjadi di beberapa daerah. "Kami menemukan bahwa meskipun ada upaya untuk meminimalisirnya, politik uang tetap menjadi masalah besar. Ini membutuhkan kerjasama antara semua pihak untuk menyelesaikannya," tambah Herdian.

Secara keseluruhan, KIPP Jatim menilai bahwa meskipun ada peningkatan partisipasi pemilih di beberapa daerah, masalah pendidikan politik dan kesenjangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan tetap menjadi tantangan utama dalam penyelenggaraan Pemilukada 2024.

Baca Juga: KPU Surabaya Targetkan Coklit Data Pemilih Pilkada 2024 Selesai Besok

Editor : Ading