Senin, 23 Jun 2025 00:16 WIB

Pajak Reklame di Surabaya Bakal Naik! Segini Besarannya

  • Reporter : Ade Resty
  • | Minggu, 03 Mar 2024 10:25 WIB
Kepala Bapenda Surabaya, Febrina Kusumawati

Kepala Bapenda Surabaya, Febrina Kusumawati

selalu.id - Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang) Surabaya akan melakukan pembaruan rasionalisme pajak.

Kepala Bapenda Surabaya, Febrina Kusumawati mengatakan bahwa pihaknya telah menampung seluruh masukan yang datang dari pihak Persatuan Perusahaan Periklanan (P3I) Jawa Timut terkait rasionalisasi pajak reklame tersebut.

Baca Juga: Surabaya Terapkan Jam Malam, Remaja Dilarang Kelayapan di Atas 22.00 WIB

"Kami menyempurnakan apa-apa saja pelayanan khusus di reklame, ini membuat kami banyak catatan. Komplain-komplain perlu kami dengar," kata Febri, Minggu (3/2/2024).

Febri menyampaikan salah satu masukan dari oleh pelaku usaha jasa perikalanan, yakni perihal besaran tarif yang nantinya disesuaikan.

Nantinya, masukan tersebut juga menjadi bahan pertimbangan untuk dituangkan di dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya terbaru.

Diketahui, Perwali yang akan diterbitkan oleh Pemkot Surabaya merupakan turunan dari Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Pada perda itu tarif pajak reklame masih sebesar 25 persen. Sedangkan untuk perwali yang mengatur nilai sewa reklame terakhir diputuskan pada tahun 2010 silam.

"Pajak ini memang sudah lama untuk tidak upgrade. Ilustrasinya, kalau dulu satu gelas teh ibaratnya seharga Rp1000, apakah harga itu masih bisa untuk membeli teh dengan harga yang sama? Artinya, untuk upgrade cost, kami optimis tidak ada gejolak," ungkapnya.

Oleh karenanya, Untuk mematangkan hal ini, pihaknya akan kembali menyampaikan besaran pasti kenaikan.

"Kami melihat, teman-teman Pengusaha ingin tahu berapa besar kenaikan ini. Termasuk, pernik-pernik pembayarannya yang harus diketahui pengusaha. Ada komponen apa saja yang harus dibayarkan. Ini sesuai fakta dan kondisi ekonomi," katanya.

Terkait besaran rasionalisasi, pihaknya memprediksi di angka 25 persen. "Penyesuaian ini untuk membantu pembangunan Kota. Ini akan kita finalkan, sehingga harapannya bisa segera realisasi waktu dekat," tegasnya.

Sementara, Sekretaris Umum Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Jawa Timur, Agus Winoto mengungkapkan bahwa pengusaha meminta besaran rasionalisasi tidak memberatkan. Iklim usaha yang belum membaik pasca pandemi menjadi salah satu alasan mereka.

Baca Juga: Jam Belajar Lebih Pagi, Siswa SD-SMP Surabaya Bebas PR Sejak 2022

"Kami sebenarnya tidak angel-angel (mempersulit). Kalau memang mau naik, naik berapa persen? Sehingga, industri ini bisa menoleransi dan memahami," kata Agus.

Agus menilai sektor periklanan menjadi salah satu pihak yang terpukul cukup berat selama pandemi. Karenanya, pada tahap rebound saat ini, mereka meminta Pemkot Surabaya dapat bijak dalam menentukan pajak reklame.

"Kalau pajaknya tinggi, (pengusaha) nggak iso opo-opo (tidak berdaya)," katanya.

Meski begitu, pihaknya bersyukur Pemkot melalui Bapenda Surabaya juga terbuka terhadap keluhan pengusaha.

"Kami dari praktisi sekaligus pengusaha berharap bahwa ada kenaikan (pajak reklame) ini memiliki kejelasan," ujarnya

Mereka khawatir, pengusaha reklame akan dibebani dengan biaya tambahan di luar pajak. Sehingga, total biaya yang diberikan semakin besar.

Baca Juga: Empat Kali Mangkir, Komisi B DPRD Surabaya Tegur Pengelola 88 Avenue

"Sing penting, berapa sih angka pasti naiknya?," katanya.

"Jangan sampai, misalnya, Anda bicara bahwa pajak ini naik 20 persen. Namun, setelah dihitung ada kenaikan hingga 350 persen. Awalnya, misalnya Rp50 juta, melonjak menjadi Rp350 juta. Misalnya seperti itu. Makanya kami minta yang jelas," imbuhnya.

Dalam hitungan mereka, besaran ideal kenaikan pajak reklame ada di angka 15-20 persen. Meski Pemkot menaikkan sampai 25 persen, pengusaha masih bisa menoleransi.

"Meskipun belum sepakat karena cukup berat, kami masih bisa menerima.Kami paham, Pemkot juga memerlukan pemasukan. Kami siap mendukung pembangunan. Namun, kalau lebih dari itu (25 persen), tidak mampu," terangnya.

Hal yang sama diungkapkan Peneliti dari Laboratorium Pengkajian dan Pengembangan Perpajakan, Akuntansi, dan Sistem Informasi (LPPAPSI) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Elia Mustikasari menyatakan pajak iklan tidak boleh memberatkan pelaku usaha, agar potensi pemasukan daerah tidak hilang.

"Ketika tarif tersebut diputuskan, pengusaha reklame harus tahu komponennya apa saja dan dasar perhitungan dari mana," pungkasnya.

Editor : Arif Ardianto