Senin, 23 Jun 2025 01:46 WIB

Cukai Eksesif Naik, Produktifitas Industri Rokok Susut

Foto: Ilustrasi rokok

Foto: Ilustrasi rokok

selalu.id - Penerimaan Kepabeanan dan Cukai, hingga periode Maret 2024 dilaporkan mengalami penurunan sebesar 4,5 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 69 triliun.

Kontributor utama penerimaan cukai, yakni cukai hasil tembakau (CHT) juga terus turun sebesar 7,3 persen per Maret 2024. Penurunan ini disinyalir disebabkan oleh penurunan produksi industri rokok akibat kenaikan cukai eksesif pada periode 2023–2024.

Baca Juga: Gebyar HTTS 2025 di Surabaya: Aksi Kreatif Serukan Generasi Muda Bebas Rokok

Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economic and Finance (INDEF), Andry Satrio Nugroho menyebut, kenaikan tarif cukai yang mencapai double digit sejak pandemi tidak memberikan nafas bagi industri untuk memperbaiki kinerjanya.

Sehingga, hal ini berdampak pada penurunan produksi. Terutama, perusahaan-perusahaan golongan 1 yang memberikan kontribusi besar bagi penerimaan negara, tapi justru mengalami turun produksi paling signifikan.

"Kalau kita melihat dari capaian tahun lalu, ternyata ini (kenaikan cukai) memberikan pengaruh terhadap penerimaan negara. Selain itu, saya menggarisbawahi bahwa kenaikan tarif cukai ini tidak memiliki rumusan yang baku, sehingga para pelaku industri itu sendiri merasa khawatir ketika tarif cukai ini ditetapkan, apakah single digit atau double digit," ungkap Andry, Selasa (14/5/2024).

Dikatakan Andry lebih lanjut, idealnya kenaikan tarif cukai bergantung kepada rumusan baku, misalnya dengan memperhatikan pertumbuhan ekonomi atau inflasi dan tambahan aspek kesehatan misalnya 1 persen.

Baca Juga: Produksi Rokok Indonesia Alami Penurunan di 2024

Saat ini, pihaknya sedang menyoroti bahwa tidak ada korelasi antara parameter ekonomi sebagai rumus baku besaran kenaikan cukai. Dalam kondisi saat ini, kenaikan cukai seharusnya single digit.

"Ini yang menurut saya perlu dirumuskan bersama. Kenaikan tarif cukai yang sekarang ini sudah per dua tahun itu harusnya memiliki rumusan yang tepat dan baku. Jadi ini yang harusnya kita dorong agar pemerintah mengeluarkan rumusan baku terkait dengan tarif cukai," tegasnya.

Kendati demikian, Andry menyebut pemerintah juga perlu melakukan langkah komprehensif untuk memitigasi risiko yang akan terjadi pada kinerja industri hasil tembakau (IHT), khususnya yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja.

Baca Juga: Catat! Pemkot Surabaya Juga Bakal Larang Penjualan Rokok Eceran di Tahun 2023

"Ketika kinerja IHT terus menurun, dampaknya itu akan cukup masif kepada tenaga kerja, terutama tenaga kerja di sektor IHT, pertanian tembakau, dan juga cengkih. Nah, ini beberapa hal yang perlu dipikirkan oleh pemerintah, tidak hanya melihat dari bagaimana penerimaan negara bisa didapatkan dari cukai," tegasnya.

Andry juga menyoroti dampak kenaikan cukai terhadap maraknya rokok ilegal. Makin tinggi tarif cukai, menurutnya, makin terbuka juga praktik rokok ilegal yang saat ini peredarannya sudah cukup masif. Banyak praktik bisnis rokok ilegal yang dilakukan secara terang-terangan.

"Salah satu alasan konsumen mencari rokok ilegal ini adalah karena mereka mencari rokok yang lebih murah. Saat ini, harga rokok sangat mahal dengan kenaikan tarif yang cukup tinggi," tukasnya.

Editor : Ading