selalu.id - Kepala Bidang Bangunan dan Gedung Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman, Cipta Karya, dan Tata Ruang (DPRKP CKTR) Surabaya, Iman Krestian, menjelaskan
pengembalian kelebihan pembayaran proyek pembangunan DPRD Surabaya tersebut.
Iman, yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek menjelaskan bahwa pengembalian kelebihan pembayaran senilai Rp50 juta dilakukan berdasarkan temuan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Baca Juga: Banjir Luapan Danau Unesa, DPRD Surabaya Duga Ada Penyempitan Saluran Air
“Pengembalian kelebihan pembayaran oleh rekanan dari pekerjaan tersebut sudah dilakukan ke kas daerah pada April 2019, sesuai dengan hasil pemeriksaan BPK,” jelas Iman kepada Selalu.id, Minggu (15/12/2024).
Menurut Iman, pemeriksaan rutin oleh BPK dan Inspektorat selalu dilakukan setiap akhir tahun untuk memastikan seluruh pelaksanaan proyek sesuai prosedur.
“Detail prosedur lebih lanjut bisa ditanyakan ke Inspektorat,” tambahnya.
Sebelumnya, Ketua Gerakan Masyarakat Peduli Anggaran (Gempar) Jawa Timur, Zahdi, mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk menyelidiki potensi penyimpangan dalam proyek tersebut.
Zahdi menyoroti adanya dugaan ketidaksinkronan antara pihak legislatif dan eksekutif, serta pengembalian kelebihan bayar Rp50 juta, sebagai indikasi perlunya penyelidikan lebih dalam.
“Kami menduga ada hal-hal yang tidak sesuai prosedur, terutama terkait peran PPK. Kami meminta APH membuka tabir dugaan korupsi ini melalui jalur DPRKP CKTR dan PPK yang bertanggung jawab,” tegas Zahdi.
Meski demikian, Gempar Jatim tetap mendesak agar penegak hukum melakukan penyelidikan mendalam. Zahdi menilai ada potensi penyimpangan yang belum terungkap secara menyeluruh.
Baca Juga: Takut PHK karena Tuntut THR? Posko Aduan DPRD Surabaya: Identitas Pelapor Aman!
“Kami akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Pengembalian kelebihan bayar hanya salah satu indikasi dari kemungkinan pelanggaran lainnya,” tandas Zahdi.
Sebelumnya, kronologis proses pembangunan proyek itu dilaksanakan dalam dua tahap. Pada tahun 2017–2018, dilakukan pembangunan gedung secara fisik oleh kontraktor PT Tiara Multi Teknik dengan nilai kontrak sekitar Rp54 miliar.
Gedung tujuh lantai tersebut selesai sesuai kontrak multiyears dan telah diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pada tahap ini, gedung dibangun tanpa interior.
Selanjutnya, pada tahun 2019, Pemkot melelang kembali proyek untuk melengkapi interior gedung. Lelang ini dimenangkan oleh PT Telaga Pasir Kuta dengan nilai kontrak sekitar Rp8,2 miliar.
“Ini adalah dua proyek yang berbeda dengan kontrak terpisah, bukan lanjutan multiyears,” kata Iman.
Baca Juga: Komisi A DPRD Surabaya Buka Posko Aduan THR, Saifuddin: Jika Malas ke Posko, Lapor ke Saya
Lebih lanjut Iman juga membantah anggapan bahwa ada tumpang tindih anggaran antara pembangunan gedung DPRD, masjid, dan basement di sekitar Balai Pemuda. Ia menegaskan bahwa masing-masing proyek memiliki anggaran dan kontrak yang terpisah.
“Pembangunan basement dan masjid bukan bagian dari proyek gedung DPRD. Tidak ada penambahan anggaran dari kontrak awal untuk gedung DPRD,” jelasnya.
Kemudian, aturan terkait pelaksanaan kontrak multiyears, Iman menjelaskan bahwa semua tahapan sudah sesuai aturan. Kontrak multiyears berlaku untuk pembangunan fisik 2017–2018, sementara pekerjaan lanjutan untuk interior dilaksanakan melalui lelang baru pada 2019.
“Multiyearsnya ada satu, yang tahun 2017-2018 itu hanya bangun gedungnya saja. Itu selesai dulu diperiksa BPK. Baru kita pararel untuk pengerjaan interior dan conenecting interiornya (gedung baru ke gedung lama). Jadi kontrak terpisah bukan multiyears lanjutan,” tegasnya.
Editor : Arif Ardianto