selalu.id – Pemerintah Kota Surabaya menuntaskan belasan laporan penahanan ijazah oleh perusahaan.
Baca Juga: SMPN 1 Surabaya Disidak soal Pungutan Wisuda, Begini Temuan DPRD
Dalam sepekan terakhir, 13 dari total 36 kasus telah diselesaikan melalui Posko Pengaduan Penahanan Ijazah yang digagas langsung oleh Wali Kota Eri Cahyadi. Langkah ini mendapat apresiasi dari para pekerja yang sebelumnya kesulitan memperoleh kembali dokumen penting mereka.
Namun, di tengah proses penyelesaian yang berlangsung tenang, Wakil Wali Kota Armuji kembali mencuri perhatian publik. Sebelumnya, ia sempat ramai diberitakan karena melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke gudang milik pengusaha CV Sentoso Seal. Kini, ia kembali membuat heboh lewat sidak ke sebuah toko fashion milik pengusaha India di Surabaya.
Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Surabaya, Achmad Zaini, menjelaskan bahwa laporan yang diterima berasal dari 24 perusahaan, baik yang berlokasi di dalam maupun luar kota.
“Hingga hari ini, dari total 36 pengaduan, 13 sudah kami selesaikan. Sisanya masih dalam proses verifikasi,” kata Zaini, Kamis (24/4/2025).
Verifikasi dilakukan karena sebagian laporan belum dilengkapi dokumen pendukung, seperti bukti penyerahan ijazah atau kontrak kerja. Menariknya, selain ijazah, Pemkot juga menangani kasus penahanan akta kelahiran yang berhasil diselesaikan tanpa jalur hukum.
Baca Juga: Kepala SMPN 1 Surabaya Bantah Ada Pungutan Rp1,1 Juta untuk Wisuda
Seluruh penyelesaian dilakukan melalui pendekatan dialog langsung antara Pemkot dan pihak perusahaan. Wali Kota Eri secara khusus mengimbau agar proses ini berjalan tanpa kegaduhan.
“Saya diperintah Pak Wali Kota Eri untuk tidak membuat kegaduhan, agar iklim usaha di Surabaya tetap kondusif. Perusahaan bisa beroperasi, dan pekerja tetap bekerja,” ujar Zaini.
Baca Juga: Setelah Sidak Viral, Armuji Mengaku Tak Lagi Punya Wewenang soal Ijazah Ditahan
Berbanding terbalik dengan pendekatan tenang Wali Kota, Armuji—lewat akun TikTok pribadinya—mengunggah video sidaknya ke toko fashion milik pengusaha India tersebut. Dalam video itu, seorang pegawai mengaku KTP-nya digunakan untuk membuka rekening bank, bukan untuk menerima gaji, melainkan untuk keperluan operasional toko. Ia juga menyebutkan jam kerja mencapai 12 jam per hari, dan salat Jumat harus dilakukan secara bergiliran antarkaryawan.
Pemilik toko membantah tudingan tersebut, berdalih bahwa sistem kerja yang diterapkan bersifat fleksibel dan tanpa kontrak formal.
Namun Armuji tetap bersikeras. “Ibadah salat Jumat tidak boleh digilir, harus tetap dilakukan di masjid. Itu hak setiap karyawan,” tegasnya.
Editor : Ading