Kamis, 27 Mar 2025 14:03 WIB

HGB 656 Hektar di Laut Sidoarjo, Walhi Jatim: Tata Ruang Jawa Timur Kacau

  • Reporter : Ade Resty
  • | Rabu, 22 Jan 2025 17:54 WIB
Peta Laut Timur Surabaya-Sidoarjo

Peta Laut Timur Surabaya-Sidoarjo

Advertise - IDUL FITRI 1446H ARIF FATHONI

selalu.id - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur menyoroti temuan Hak Guna Bangunan (HGB) seluas 656 hektar yang berada di kawasan laut Desa Segoro Tambak, Kecamatan Sedati, Sidoarjo.

Direktur Eksekutif Walhi Jatim, Wahyu Eka Setiawan, menyebut hal ini sebagai bukti kekacauan pengelolaan tata ruang di Jawa Timur dan pelanggaran serius terhadap sejumlah regulasi.

“HGB seharusnya hanya berlaku untuk wilayah daratan dengan peruntukan yang jelas. Namun, citra satelit menunjukkan bahwa sejak 2002 hingga sekarang, kawasan ini selalu berupa laut, bukan daratan. Klaim bahwa kawasan ini dulunya daratan harus dibuktikan secara transparan oleh BPN,” ujar Wahyu, Selasa (21/1/2025).

Menurut Wahyu, penerbitan HGB tersebut melanggar berbagai aturan, termasuk Perda RTRW Jawa Timur 2023 (Perda No. 10/2023) yang menetapkan wilayah Sedati sebagai zona perlindungan mangrove, zona tangkapan ikan, serta area pertahanan dan keamanan. Hal ini juga dikuatkan oleh Perda RTRW Sidoarjo 2019 (Perda No. 4/2019), yang menyebut kawasan tersebut sebagai area konservasi pesisir dan perikanan.

Selain itu, regulasi nasional seperti PP No. 18/2021 dan Permen ATR No. 18/2021 menyatakan bahwa HGB hanya dapat diterbitkan di wilayah daratan.

Ditambah lagi, Undang-Undang No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir menegaskan pentingnya konservasi kawasan pesisir, sedangkan Putusan MK No. 3/PUU-VIII/2010 secara tegas membatalkan pemberian hak pengelolaan perairan karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

Wahyu juga mengungkap adanya kasus serupa di Desa Gersik Putih, Kecamatan Gapura, Sumenep, di mana Sertifikat Hak Milik (SHM) seluas 20 hektar diterbitkan di wilayah pesisir.

Lahan tersebut rencananya akan digunakan untuk reklamasi dan pembangunan kawasan ekonomi, namun rencana ini mendapatkan penolakan keras dari masyarakat, khususnya nelayan tradisional, yang khawatir akan dampak buruknya terhadap ekosistem dan mata pencaharian mereka.

“Baik di Sedati maupun Sumenep, kasus ini menunjukkan lemahnya perlindungan terhadap masyarakat pesisir dan lingkungannya. Kami mendesak pemerintah untuk mengambil langkah tegas,” kata Wahyu.

Walhi Jatim meminta Kementerian ATR/BPN segera mencabut izin HGB di Sedati dan SHM di Sumenep, serta mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk lebih tegas menegakkan aturan tata ruang.

“Kami juga meminta Presiden RI mengevaluasi kinerja Kementerian ATR/BPN dan mengusut dugaan praktik korupsi dalam penerbitan izin-izin ini. Ketidakberesan tata ruang ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam keberlanjutan masyarakat pesisir,” tegas Wahyu.

Kepala Kanwil BPN Jawa Timur, Lampri, mengonfirmasi bahwa pihaknya tengah melakukan investigasi untuk memastikan keabsahan HGB tersebut. Ia menegaskan lokasi HGB berada di Desa Segoro Tambak, Sedati, Sidoarjo, bukan di Surabaya seperti informasi yang sempat beredar sebelumnya.

“Kami telah menugaskan tim dari BPN Sidoarjo untuk melakukan investigasi di lapangan. Proses ini meliputi pemotretan fisik, pengecekan data, dan pengumpulan dokumen penerbitan HGB. Jika ditemukan pelanggaran, kami tidak ragu untuk membatalkannya,” kata Lampri.

HGB tersebut, yang diterbitkan pada 1996 dan akan habis masa berlakunya pada 2026, dimiliki oleh dua perusahaan, yaitu PT Surya Inti Permata dengan dua bidang seluas 285,16 hektar dan 219,31 hektar, serta PT Panca Semeru Cemerlang dengan satu bidang seluas 152,36 hektar.

Lampri memastikan bahwa hasil investigasi akan diumumkan dalam waktu dekat. “Kami targetkan minggu ini sudah ada hasilnya. Semua akan disampaikan secara resmi oleh Kementerian ATR/BPN,” tutupnya.

Baca Juga: DPRD Jatim Desak Pembatalan HGB 656 Hektare di Laut Sidoarjo

Advertise - Idul Fitri 1446H dr akma

Editor : Ading