Sabtu, 24 Mei 2025 22:18 WIB

Gubes UI Sebut Kebijakan Baru Bea Masuk Memicu Perang Dagang

Impor

Impor

selalu.id - Maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) membuat kalangan pengusaha mendorong Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) agar menerapkan Bea Masuk Anti Dumping sampai 200 persen. Kondisi yang menghimpit sektor manufaktur di Indonesia tersebut, kian menjadi 'momok' tersendiri bagi kalangan pengusaha lokal (Indonesia).

Kebijakan tersebut dinilai akan memicu perang dagang yang kompleks. Guru Besar bidang Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Prof Rhenald Kasali mengatakan, alih-alih mengatasi PHK hal itu malah akan menimbulkan PHK yang lebih besar melalui kenaikan harga di dalam negeri.

"Donald Trump saja sangat berhati-hati. Kalau terpilih lagi, Trump berjanji akan mengenakan tarif 10 persen pada semua barang dari China. Trump sudah belajar, ketika dia kenakan hambatan masuk semasa pemerintahannya, malah terjadi inflasi. Segala produk manufaktur mulai dari handuk, masker kesehatan, keramik, sanitasi sampai pakaian anak-anak menghilang dari supermarket saat Trump mengeksekusi BMAD tahun 2019. Rakyatnya marah besar," katanya dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (20/7/2024).

"Amerika menjadi bulan-bulanan dunia karena banyak negara sudah bisa buat barang yang murah. Sedangkan negara-negara yang tidak efisien melayani kepentingan kelompok proteksionis dan mengakibatkan harga barang yang sama harus dibayar rakyatnya dua kali lipat," imbuhnya.

Sekadar diketahui, Zulhas dikabarkan tengah menimbang-nimbang usulan Komite Anti Dumping agar mengenakan tarif Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebesar 200 persen pada 7 kategori industri. Kalau ini jadi dijalankan, pendiri Rumah Perubahan ini mengingatkan potensi PHK, kenaikan harga-harga, hingga menghambat pertumbuhan.

Dia juga menuding industri keramik mendompleng industri tekstil yang sedang terganggu. Dikabarkan 21 pabrik tekstil tutup, ribuan pekerja terkena PHK, 31 lainnya menyusul imbas banjir impor ilegal. Mengikuti langkah industri tekstil, asosiasi kosmetik, alat elektronik dan keramik ikut minta perlindungan. Ia menilai sektor tersebut punya kasus yang berbeda.

"Asosiasi harus lebih cerdas dan strategis. Yang berantakan dan merusak mereka adalah struktur industri, keberadaan bahan baku dan penolong yang tidak didukung pemerintah, Bea masuk terhadap bahan-bahan mentah dan permesinan terlalu tinggi, mahalnya biaya modal, harga gas dan energi yang kalah dengan negara lain." ujar Rhenald.

Dia juga mengingatkan, di Tekstil kasusnya jelas, namun di industri keramik, data-data yang diajukan asosiasi perlu diverifikasi kembali karena banyak yang tak sesuai dengan kenyataan lapangan. Ia meminta sektor elektronik dan keramik harus bangun industri, dan pemerintah wajib memberi insentif yang menarik.

"Negeri ini apa-apa selalu cari jalan pintas. Seakan-akan tarif anti dumping ratusan persen solusi terbaik. Padahal ini bisa memicu pembalasan pada kategori industri lain yang menjadi komoditas ekspor Indonesia," jelasnya.

Dia mencontohkan, keramik lokal yang disebut red body (HS Code 6907.23) sulit disaingi barang impor kendati ada persaingan barang China. Sebabnya, Indonesia penghasil tanah liat yang kaya. Artinya keramik red body Indonesia akan semakin bagus kalau diberi insentif.

Sedangkan China fokus pada keramik Porselen (HS code 6907.21) karena dibuat dari Kaolin yang berlimpah di negara mereka dan untuk pasar gen z menengah ke atas. "Persaingan dan marketnya berbeda. Yang mau diproteksi yang mana? Tujuannya proteksi apa? Apakah hanya ingin ikut perang dagang?" pungkasnya.

Baca Juga: Bea Cukai Tanjung Perak Gagalkan 73 Juta Batang Rokok Impor Ilegal

Editor : Ading